FENOMENA BANTUAN SOSIAL PENDIDIKAN DALAM PERUBAHAN
SOSIAL yang ADA DI MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN
(small riset masalah kemiskinan)
Oleh: Muhlisin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH
Fenomena tentang sebuah kemiskinan memang menjadi
sebuah daya tarik bagi seorang yang akan melakukan sebuah kegiatan di bidang
ilmu kemasyarakatan. Dimana kemiskinan dilihat dalam sebuah bentuk yang begitu
kompleks, misalkan saja dalam sebuah kemiskinan akan munculnya berbagai
penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Bahkan juga bisa
menjadi sebuah kehancuran dalam sebuah negera yang tidak mampu menyelesaikan
masalah kemiskinan ini. Kemiskinan yang terjadi tidak hanya dalam sebuah
kemiskinan dalam bentuk ekonomi semata, namun kemiskinan dalam bentuk moral
merupakan sebuah kemiskinan dari masyarakat itu sendiri.
Maka dari itu menurut Durkheim bahwa di eropa telah
terjadi sebuah masa yang mana dalam hal ini terjadi sebuah bunuh diri masal
yang dilakukan oleh salah satu aliran dari agama. Bunuh diri ini di akibatkan
oleh pengetahuan dari sebuah masyarakat yang kurang tentang sebuah penafsiran
dari sebuah agama. Sehingga mengakibatkan banyaknya bunuh diri masal yang dilakakukan
oleh semua masyarakat yang terjadi di eropa. Fenomena ini cukup menggemparkan
seluruh dunia dimana pada masa itu telah terjadi sebuah peperangan
besar-besaran. Dari paparan diatas tentu merupakan sebuah bentuk dari
kemiskinan moral yang terjadi di dalam sebuah agama dan pengetahuan. Proses ini
merupakan sebuah bentuk dari penciptaan sebuah kemiskinan moral yang terjadi
dalam sebuah masyarakat.
Kemudian di faktor ekonomi juga membahas tentang
pentingnya sebuah ekonomi dalam menghadapi pesatnya kemiskinan moralitas yang
ada di masyarakat miskin. Dimana telah dijelaskan tentang kemiskinan masyarakat
miskin itu adalah mereka yang selalu melakukan perbuatan-perbuatan menyimpang
yang menyalahi aturan agama. Kemiskinan yang secara substruktural di hadapi secara
struktural, yakni dengan mengentaskan kemiskinan secara ekonomi tadi. Bahkan
jika kita melihat tentang pemahaman antara kemiskinan yang secara ekonomi dan
secara moralitas jelas mempunyai perbedaan yang besar. Dimana dalam hal ini
ditinjau dari segi permasalahannya itu sendiri.
Kemudian
dalam sebuah permasalahan yang begitu kompleks ini merupakan sebuah
permasalahan bersama dimana sebuah kemiskinan yang terjadi merupakan sebuah
permasalahan yang berkisnambungan serta mempunyai akar yang sama. Menurut marx
permasalahan kemiskinan merupakan sebuah kemiskinan tentang bagaimana sebuah
negara menjadi penengah antara borjuis dengan proletar. Konflik yang terjadi
keduanya merupakan sebuah konflik yang terjadi akibat tereksploitasinya seorang
kaum proletar terhadap kaum borjuis. Kaum borjouis yang memupuk modalnya secara
terus menerus membuat kaum proletar menjadi kurang mampu dalam meningkatkan
kesejahteraannya.
Selanjutnya, seiring
dengan kemajuan jaman merupakan konteks dari sebuah kemiskinan yang merupakan
hasil dari sebuah modernisasi yang kurang seimbang. Kurangnya taraf kesetaraan
merupakan aspek yang terjadi tentang sebuah kemiskinan tersebut. Modernisasi
dan pembangunan adalah dua hal yang sekarang sedang gencar digalakkan oleh
seluruh negara terutama negara berkembang dan begitu pula Indonesia. Giddens (
dalam Ritzer, 2012 : 607 ) mendefinisikan modernitas berdasarkan empat
institusi dasar yaitu kapitalisme, industrialisme, kapasitas pengawasan, dan
kekuatan militer. Kapitalisme disini diidentikkan dengan produksi komoditas,
kepemilikan modal pribadi, buruh upahan yang tidak memiliki hak milik, dan
sistim kelas yang cenderung ke arah vertikal.
Kemiskinan sendiri merupakan
sebuah fenomena sosial yang disebabkan oleh banyak faktor. Seseorang dapat
dikatakan miskin apabila individu tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar
sehari-harinya seperti sandang dan pangan secara mandiri. Kemiskinan di
perkotaan tidak hanya disebabkan oleh kapitalisme. Karakteristik masyarakat
desa yang mempunyai budaya pasrah adalah salah satu faktor pendorong yang
membuat mereka menjalani kehidupan miskinnya dengan mengalir. Tidak ada
inisiatif untuk mencoba menggali apa yang menyebabkan dia menjadi miskin dan
juga tidak ada upaya untuk mencoba mengubahnya. Banyaknya faktor yang menyebabkan
kemiskinan di perkotaan ini membuat peneliti ingin mengkaji faktor apa saja
yang membuat kemiskinan ini terus berlangsung dan bagaimana usaha mereka para
golongan miskin untuk terus bertahan dalam kehidupan kota yang kejam. Studi ini
di lakukan pada seorang janda beranak tujuh dikawasan Wonokromo Surabaya.
Kemudian, dalam bidang
pendidikan bantuan sosial kemiskinan di bidang ini merupakan sesuatu yang terus
di gerakan oleh pemerintah. Namun, apakah hal ini menjadi sebuah jawaban akan
bidang pendidikan untuk mengentaskan kemiskinan belum jelas arahnya karena
masih terganjal oleh beberapa faktor-faktor yang telah terjadi. Bantuan sosial
di bidang pendidikan tersebut antara lain adalah BOS (Bantuan Operasional
Sekolah). Dimana bantuan ini merupakan sebuah bantuan yang dikhususkan untuk
siswa miskin yang tidak mampu membayar uang sekolah. Jumlahnya bervariasi
tergantung nominal kebutuhan sekolah tersebut.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
perubahan sosial budaya dengan adanya bantuan sosial kemiskinan dalam bidang
pendidikan?
2.
Mengapa bantuan
sosial kemiskinan menjadi jalan alternatif bagi pemerintah terhadap rakyatnya?
1.3
TUJUAN
untuk mengetahui seberapa jauh dana pendidikan ini
berpengaruh terhadap seorang siswa serta mengetahui tingkat perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat.
1.4
MANFAAT
1. Manfaat
teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi.
2. Manfaat
praktis
Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan bidang yang
dibahas, yakni masalah kemiskinan
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam kerangka teori banyak yang
terkandung dalam kajian manajemen kurikulum ini. dan banyak ahli yang telah
mengumukakan tentang teori tentang manajemen. Namun dalam meraih hasil yang
maksimal makalah ini menggunakan teori Talcott Parson sebagai tahap analisa
dalam penelitian yang telah dilakukan, oleh karena itu makin banyak yang harus
dikaji dan semakin luas dalam pengkajiannya.
Dalam teori Talcott Parson ia
mengemukakan bahwa ada empat tahap dalam menganalisa sebuah perubahan sosial
yang terjadi dan teori ini di singkat sebagai AGIL ( Adaptation, Goal Attainment,
Integration, Latency). Kemudian, dalam melakukan penelitian ini tidak pernah
lepas dari kerangka yang telah dibuat oleh teori ini namun didalamnya masih
banyak masalah yang timbul akibat teori yang telah dibuat oleh Talcott Parson.
Talcott Parson mendapatkan teori ini berasal dari Max Weber yang kemudian di
kembangkan sehingga menjadi teori yang sedikit sempurna. Namun, dalam sebuah
kritikan dari kaum kiri radikal teori ini sulit untuk di pahami dan
konservatif. Meskipun, mendapatkan beberapa kriitikan dari sayap kiri, teori
ini tetap berkembang pada tahun 1980-an.
Teori AGIL merupakan teori yang
digunakan dalam menganalisis temuan data yang ada di makalah ini. sedangkan
AGIL sendiri merupakan singkatan yang mempunyai arti sebagai berikut :
Adaptation yakni proses untuk
mengkondisikan suatu hal yang baru agar dapat membaur dengan lingkuangan yang
baru, dalam proses ini perlu ada suatu alat untuk menjalankan proses ini. namun
demikian, proses ini berjalan cukup lama karena setiap proses harus melalui
tahap-tahap tertentu agar dapat berjalan dengan baik. Selanjutnya, Goal Attainment yakni adanya sebuah tujuan yang
dicapai baik itu dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Jangka panjang
biasanya berkisar sampai 5 tahunan dedangkan jangka pendek 1 tahun. Dalam
pencapaian ini harus ada yang di prioritaskan dalam pembangunan kurikulum ini. selanjutnya, integration yakni proses
dimana ada penyatuan antara yang pro terhadap sistem yang baru dengan sistem
yang lama, namun dalam pengintegrasian harus ada suatu dialog antara yang pro
dan yang kontra terhadap suatu sistem. Selanjutnya,
latency yakni sistem harus memperbaiki suatu dampak yang tidak terlihat
oleh suatu sistem yang telah berjalan dengan cara melihat pola prilaku
seseorang dimana yang dimaksimalkan oleh penggerak maupun yang digerakkan oleh
sistem itu sendiri.
Dengan begitu fungsionalisme
Talcott Parsons berguna untuk menganalisa bagaimana sebuah kemiskinan itu
berfungsi sebagai penyeimbang sebuah perekonomian negara, melalui
fungsionalisme AGIL tersebut. Kemiskinan dianggap akan berperan sebagai fungsi
dari kaum kelas atas dalam menghadapi perekonomian dalam sebuah negara.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Sifat Penelitian
Penelitian ini secara metodologi menggunakan jenis penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan
tindakan. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah. Penelitian ini bersifat deskriptif, karena berusaha untuk
mendiskripsikan secara lebih merinci dan mendalam tentang bagaimana menelaah kemiskinan
perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yaitu berusaha
untuk mengungkap dan mempelajari serta memahami suatu fenomena beserta
konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu hingga tataran
“keyakinan” individu yang bersangkutan. Penelitian fenomenologi berusaha untuk
mencari arti secara psikologis dari suatu pengalaman individu terhadap suatu
fenomena melalui penelitian yang mendalam dalam konteks kehidupan sehari-hari
subjek yang diteliti.
B. Lokasi dan Waktu
Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini berada di Desa Pulo Tegal
Sari, Wonokromo, Surabaya. Sebuah rumah milik Ibu Supiah selaku informan dalam
penelitian ini. Alasan penelitian di lakukan di rumah informan yang
berada di Desa Pulo Tegal Sari, Wonokromo, Surabaya adalah atas keterangan dan
rekomendasi dari key informan dalam penelitian ini, yaitu Ketua RT di desa
tersebut. Menurut hasil keterangan dari key informan, informan merupakan salah
satu warga miskin yang berada di RT tersebut, yang masih memiliki tanggungan
anak-anak yang membutuhkan pendidikan, sedangkan status informan adalah janda
dengan mata pencaharian sebagai pedagang onde-onde. Selain itu alasan lain
penelitian dilakukan di desa Pulo Tegal Sari adalah desa tersebut merupakan
perkampungan yang padat huni, yang berada di tengah-tengah kota besar Surabaya.
Waktu penelitian dilakukan selama lima hari
berturut-turut. Penelitian dilakukan mulai tanggal 29 September 2013 hingga 3
Oktober 2013.
C. Subjek
Penelitian
Teknik pengambilan subjek dari penelitian ini
menggunakan teknik Purposive (bertujuan) yaitu teknik pengambilan sampel secara
sengaja. Alasan penelitian menggunakan teknik Purposive yaitu penelitian ini
dibutukan hanya satu subjek penelitian yang meliputi satu keluarga sebagai
sebagai informan. Sedangkan pengambilan subjek penelitian menggunakn teknik
purposive (teknik pengambilan sampel secara sengaja atau bertujuan) diperoleh
melalui hasil keterangan dari key informan dalam penelitian ini. Subjek penelitian
penelitian merupakan keluarga ibu Supiah.
D. Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data
sekunder sebagai pendukung. Data Primer diperoleh dari hasil data wawancara
langsung terhadap subjek penelitian, dan dijadikan sebagai sumber data utama
dari penelitian karena penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan
mendiskripsikan realitas terhadap permasalahan yang diteliti. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari studi dokumentasi, Studi dokumentasi, yaitu studi yang
dilakukan dengan mempelajari dokumen resmi, surat-surat dan lainnya yang dapat
dipakai sebagai narasumber bagi peneliti. Melalui studi dokumentasi dapat
memperkuat data hasil wawancara.
Pertama,
pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode wawancara (indept interview)
terhadap subjek penelitian. Wawancara mendalam
ialah temu muka berulang antara peneliti dan subjek penelitian, dalam rangka
memahami pandangan subjek penelitian mengenai hidup, pengalaman, maupun situasi
sosial sebagaimana diungkapkan dalam bahasanya sendiri (Taylor dan Bogdan,
1984). Metode ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang jelas dan
lengkap dari subjek peneliti berdasarkan pengalaman mereka. Teknik pengambilan
subjek menggunakan teknik purposive, yaitu teknik pengambilan sampel atau
subjek penelitian secara sengaja. Dari subjek penelitian yang sudah ditentukan
(purposive) kemudian dilakukan metode wawancara mendalam untuk mendapatkan
gambaran yang jelas dan lengkap dari hasil pengalaman subjek peneliti.
Kedua, pengumpulan data sekunder dilakukan
dengan menggunakan metode studi dokumentasi. Yaitu dengan mempelajari dokumen
resmi yang berkaitan dengan informan sebagai data pendukung dari penelitian. Jenis
dokumentasi yang digunakan yaitu data yang dapat menggambarkan keadaan ekonomi
informan dengan tujuan untuk memperkuat data dalam menelaah kemiskinan
perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
E.
Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui
tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpualan. Tahap
pertama yaitu tahap reduksi. Tahap reduksi data dilakukan dengan proses
menelaah kembali data yang didapat di lapangan dan melakukan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan data (Ivanovich Agusta). Tahap reduksi data
meliputi meringkas data, mengkode, menelusur tema, dan membuat gugus-gugus.
Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikaian rupa sehinggga kesimpulan akhir dapat diambil.
Kedua yaitu tahap penyajian data.
Tahap penyajian data yaitu kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun,
sehingga akan memberikan kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data meliputi teks naratif berbentuk
catatan lapangan dan berupa matriks, grafik, jaringan dan bagan.
Ketiga yaitu tahap penarikan
kesimpulan. Dari analisis data yang telah dilakukan, kemudian diinterpretasikan
dengan teori (analisis teori). Maka selanjutnya dapat dialakukan penarikan
kesimpulan yang mula-mula belum jelas kemudian menjadi lebih rinci.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI
DAN TEMUAN DATA
4.1 Deskripsi Lokasi
Dari beberapa pembagian wilayah secara
administratif tersebut sesuai dengan lokasi penelitian perkuliahan luar kelas
(PLK) Kemiskinan yang telah dilakukan selama 5 hari, maka yang menjadi focus dari
paparan ini adalah wilayah bagian Pulo Tegalsari. Pulo Tegalsari sendiri
merupakan desa yang secara umum lingkungannya masih kumuh, tempat tinggal
keluarga yang hanya berpetak-petak, kondisi ekonomi yang masih belum merata
(masih banyak keluarga miskin), pengangguran karena tidak meratanya
pembangunan, dan pola hidup yang sama sekali tidak sehat.
Paparan mengenai deskripsi lokasi
penelitian ini secara sekunder data menjadi tantangan dan kesulitan dari
peneliti, dimana sangat minimal untuk diakses melalui website terkait. Pada
akhirnya peneliti memutuskan untuk memaparkan deskripsi lokasi ini berdasarkan
hasil observasi partisipan atau partisipasi langsung karena peneliti terlibat
langsung dalam kehidupan sosial informan yang diteliti.
Secara deskriptif bahwa Pulo Tegalsari ini adalah suatu daerah yang
penduduk miskinnya masih cukup banyak jumlahnya. Daerah Pulo Tegalsari terdapat
beberapa Gang yang mana hal itu pembagiannya per RT (Rukun Tetangga). Selama
observasi berlangsung di daerah ini kurang lebih terdapat 6-7 Gang, yang mana
semua itu nantinya menuju titik utama ke jalan raya. Pulo Tegalsari jika
dideskripsikan secara geografis maka disebelah utara adalah daerah Joyoboyo.
Kemudian disebelah Timurnya adalah jalan raya Ahmad Yani. Berlanjut
disebelah selatannya yang mana berupa jalan raya smea. Terakhir adalah sebelah
baratnya adalah wilayah karangrejo. Jika dispesifikasikan kembali lebih
tepatnya daerah penelitian yang menjadi fokus kajian adalah lokasi yang
diteliti terletak di gang ke-6 nomer 21 RW 07 Rt 010 Desa Wonokromo Kecamatan
Wonokromo Kabupaten Surabaya. Ketika keluar dari gang ini terdapat sungai yang
biasanya digunakan sebagai akses perlintasan antara daerah Joyoboyo dengan
daerah Pulo Tegalsari tersebut. Kondisi lingkungan dan kesehatan terkait dengan
pola hidup bersih dan sehat masih sangat belum maksimal. Contohnya, mengenai
sanitasi dan MCK yang ada. Masyarakat masih menggunakan MCK umum untuk mandi
maupun buang air besar hanya dengan membayar sebesar Rp 1.000,00 per sekali
masuk. Secara tidak langsung air yang digunakan pun juga dengan memanfaatkan
air sungai yang disuling kembali. Disisi lain kondisi yang dapat dipaparkan
adalah tempat tinggal dan aktifitas masyarakat sehari-harinya. Dengan rumah
yang berpetak-petak dan tanah yang rata-rata sewaan atau hasil warisan.
Pekerjaan yang dimiliki pun juga bukan pekerjaan yang mumpuni karena bekal
pendidikan tidak sebanding untuk mendapatkan pekerjaan yang berpendapatan lebih
sehingga masih belum mampu mengentaskan masyarakat dan keluarga miskin untuk
keluar dari jerat kemiskinan yang ada.
Studi kasus permasalahan penelitian ini dilakukan di rumah Ibu
Satumi Supiyah. Secara lebih terperinci alamat dari informan seperti yang telah
dijelaskan di atas dapat dijelaskan alur ke arah lokasi yang dituju tersebut.
Dari kampus Unesa Ketintang menuju ke arah RSI (Rumah Sakit Islam) yang
terletak di jalan A.yani kemudian memilih di jalur kiri ke arah Terminal
Joyoboyo lurus hingga sebelum jembatan menuju terminal Joyoboyo terlebih dahulu
belok ke sebelah kiri. Belokan tersebut adalah Gang depan memasuki Daerah Pulo
Tegalsari, Wonokromo. Setelah masuk di area gang tersebut masih lurus sampai
pada alamat yang telah disebutkan sebelumnya dan sampailah pada rumah informan
yang dimaksud. Perlu diketahui pula bahwa tempat tinggal informan yang menjadi
subyek penelitian ini berdekatan satu sama lain dengan beberapa tetangga
informan seperti samping, depan maupun belakang.
4.2 Temuan Data
Berbicara
mengenai pendidikan di kalangan masyarakat miskin sama halnya dengan membuka
mata dan menyiapkan pisau analisis yang membutuhkan suatu ketajaman tersendiri.
Tingkat ketajaman di lapangan begitu penting untuk mendapatkan kevalidan data
yang diperoleh. Disini secara umum tingkat pendidikan di masyarakat Pulo
Tegalsari Wonokromo ini rata-rata belum dapat dikatakan memenuhi standart
pendidikan yang layak. Mungkin disisi lain masih banyak masyarakat yang tidak
bisa menulis dan membaca alias buta huruf. Tingkat pengetahuan mungkin masih
bisa disosialisasikan melalui pemberdayaan khusus. Namun jika menulis dan
membaca yang menjadi pokoknya tidak dimiliki maka hal tersebutlah yang
menjadikan salah satu penghambat mendapatkan pekerjaan yang layak. Pendidikan
seharusnya menjadi salah satu alternatif bagi mereka yang miskin untuk keluar
dari lingkaran kemiskinan yang selama ini membelenggu.
Riwayat
pendidikan terakhir informan yang mana dulunya adalah sekolah rakyat yang saat
ini setara dengan jenjang pendidikan sekolah dasar membuat informan tidak bisa
memiliki pekerjaan yang menghasilkan pendapatan dengan jumlah yang besar.
Minimalnya tingkat pendidikan yang dimiliki informan pada akhirnya menjadikan
informan hanya bekerja sebagai penjual onde-onde dan kopi yang tidak seberapa, sementara beban
hidup informan terlalu tinggi. Memiliki pengalaman dengan pendidikan yang tidak
seberapa bahkan minimal menjadikan informan menuntut 3 anaknya bersekolah
setinggi mungkin.
Pendidikan
pada dasarnya suatu hal yang penting dalam yang mana dapat dijadikan sebagai
alat mencapai kehidupan yang lebih baik. Tidak menutup kemungkinan sisi lain
yang mengatakan bahwa setinggi apapun pendidikan seseorang belum tentu dapat
menjamin pekerjaan yang layak. Tidak sedikit pula seorang sarjana yang pada
akhirnya menganggur. Menurut informan saat ini biaya pendidikan sama seperti
harga bbm dan harga sembako yang sedang gencar-gencarnya naik dan membuat
masyarakat semakin terlilit dalam lingkaran kemiskinan. Pendidikan harus diraih
semaksimal mungkin sebagai suatu proses menuju kehidupan yang lebih baik.
Disini
dapat dianalisis pendidikan di kalangan keluarga miskin menjadi suatu
keterbatasan untuk diperoleh. Keterbatasan tersebut seharusnya mampu didukung
oleh kebijakan pendidikan yang layak dan tidak berganti-ganti setiap tahunnya.
Jika pendidikan hanya mampu diperoleh oleh masyarakat yang mampu saja bagaimana
dengan mereka yang miskin. Selama ini fakta yang terlihat adalah bagi mereka
yang miskin pendidikan diperuntukkan melalui bantuan-bantuan pendidikan seperti
BOS (bantuan operasional sekolah).
Walaupun pada dasarnya penerapan dari kebijakan tersebut tidak secara
keseluruhan menjangkau bagi masyarakat miskin.
BAB V
ANALISA DATA
Dalam konsep sebuah kemiskinan merupakan
sebuah masalah negara yang perlu di selesaikan. Karena hal ini mencakup tentang kehidupan manusia
semuanya, bahkan perlu untuk memberikan jaminan kepada masyarakat yang miskin.
Meskipun dalam hal ini makin banyak kemiskinan baru yang muncul, namun hal ini
juga mempunyai beberapa hal tentang bagaimana sebuah kemiskinan ini menjadi
fungsi penyeimbang kemiskinan. Dalam
konteks pendidikan kemiskinan merupakan masalah yang harus diselesaikan secara
mendalam. Dengan beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh sebuah negara. Sebuah
negara perlu untuk menjamin pendidikannya dari peluang putusnya angka sekolah.
Banyak program tentang pembebasan tentang pendidikan yang sesuai diatur oleh
UUD 1945 pada pasal 33 yang berbunyi “ setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”. Pendidikan yang dikhususkan untuk mendapatkan pendidikan yang
sama, yang bertujuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan golongan
kelas atas.
Kemudian dalam hal membuat kemiskinan
ini menjadi beberapa hal yang perlu untuk mendapatkan perhatian lebih tentang
beberapa fungsi kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari perspektif teori
fungsional AGIL. Dalam perspektif agil terdapat dalam hal yang begitu
fungsional sebuah konteks bantuan sosial yang berupa dana pendidikan. Bahkan
dengan bantuan sosial ini beberapa penemuan tentang adanya peningkatan dalam
hal kehidupan ekonomi menjadi terasa, meskipun tidak secara singkat. Dalam hal
ini bantuan ini akan terlihat nyata ketika pada masa yang akan datang. Kemudian
bagaimana perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan adanya beberapa
bantuan sosial yang diterima.
Perubahan Sosial dari Bantuan Sosial Pendidikan
Beberapa temuan data menemukan pada
masyarakat miskin, jika bantuan sosial ini menemukan beberapa manfaat yang
terasa bagi keluarga miskin. Dimana dalam hal ini pendidikan menjadi terasa
penting ketika mendapatkan pendidikan yang memberikan beberapa hal tentang
bantuan sosial. dalam konteks pendidikan merupakan sebuah kewajiban tentang
bantuan sosial ini untuk mendapatkan sebuah proses pendidikan yang besar.
Kemudian dalam melihat bantuan sosial ini menurut beberapa informan merasa
bangga bisa mendapatkan bantuan ini, karena dengan bantuan sosial ini mereka
tidak perlu membebani ekonomi orang tua mereka.
Namun, ketika ada yang menerima, ada
pula yang tidak menerima bantuan sosial ini, dimana mereka yang tidak
mendapatkan bantuan sosial ini merasa pendidikan tidak perlulah tinggi, ketika
pendidikan kian tinggi untuk diakses oleh penduduk miskin. Dimana dalam temuan
data ini menimbulkan beberapa tentang fenomena pendidikan, dalam temuan data
menunjukan bahwa masih terdapat sekolah yang tidak memberikan beasiswa atau
bantuan pendidikan ini secara maksimal. Bahkan untuk mendapatkan bantuan sosial
ini mereka harus rela berjuang untuk mendapatkan bantuan sosial pendidikan ini.
Untuk hal itu fungsi kemiskinan menjadi
tidak seperti hakikatnya. Namun dalam hal ini kemiskinan malah menjadi
disfungsi dari sebuah sistem bantuan sosial ini. Dengan adanya sebuah
kemiskinan ini mendapatkan beberapa tentang sebuah fasilitas pendidikan yang
tidak terealisasi. Bahkan bantuan pendidikan tidak bisa didapatkan karena hanya
masalah faktor status sekolah. Dimana yang mendapatkan bantuan pendidikan hanya
sekolah yang berstatus negeri, sedangakan sekolah yang berstatus swasta tidak
mendapatkan bantuan dana pendidikan.
Bahkan fungsi kemiskinan ini memberikan
sebuah dampak yang positif dimana dalam hal ini seorang manusia harus dapat
mendapatkan hak yang sama. Dalam hal ini fenomena biaya pendidikan hampir sama
dengan fenomena bahan bakar minyak. Dimana setiap tahun biaya pendidikan ini
mengalami kenaikan yang begitu pesat sehingga tidak mampu untuk dijangkau oleh
para masyarakat miskin. Bahkan fenomena ini bisa jadi menjadi sebuah
pertanggungjawaban atas modernisasi yang terus dilakukan oleh pemerintahan.
Dimana pemerintah terus melakukan modernisasi yang begitu juga di imbangi oleh
dana bantuan sosial ini, inilah fungsi laten dari bantan sosial yang
dikeluarkan oleh bantuan sosial ini. Dengan begitu lengkaplah sebuah
pemerintahan yang seimbang dengan adanya bantuan sosial ini.
BAB VI
KESIMPULAN
Fenomena tentang sebuah kemiskinan
memang menjadi sebuah daya tarik bagi seorang yang akan melakukan sebuah
kegiatan di bidang ilmu kemasyarakatan. Selanjutnya, seiring dengan kemajuan
jaman merupakan konteks dari sebuah kemiskinan yang merupakan hasil dari sebuah
modernisasi yang kurang seimbang. Kurangnya taraf kesetaraan merupakan aspek
yang terjadi tentang sebuah kemiskinan tersebut. Modernisasi dan pembangunan
adalah dua hal yang sekarang sedang gencar digalakkan oleh seluruh negara
terutama negara berkembang dan begitu pula Indonesia.
Dalam teori Talcott Parson ia
mengemukakan bahwa ada empat tahap dalam menganalisa sebuah perubahan sosial
yang terjadi dan teori ini di singkat sebagai AGIL ( Adaptation, Goal Attainment,
Integration, Latency). Kemudian, dalam melakukan penelitian ini tidak pernah
lepas dari kerangka yang telah dibuat oleh teori ini namun didalamnya masih
banyak masalah yang timbul akibat teori yang telah dibuat oleh Talcott Parson.
Talcott Parson mendapatkan teori ini berasal dari Max Weber yang kemudian di
kembangkan sehingga menjadi teori yang sedikit sempurna. Namun, dalam sebuah
kritikan dari kaum kiri radikal teori ini sulit untuk di pahami dan
konservatif. Meskipun, mendapatkan beberapa kriitikan dari sayap kiri, teori
ini tetap berkembang pada tahun 1980-an.
Beberapa temuan data menemukan pada
masyarakat miskin, jika bantuan sosial ini menemukan beberapa manfaat yang
terasa bagi keluarga miskin. Dimana dalam hal ini pendidikan menjadi terasa
penting ketika mendapatkan pendidikan yang memberikan beberapa hal tentang bantuan
sosial. dalam konteks pendidikan merupakan sebuah kewajiban tentang bantuan
sosial ini untuk mendapatkan sebuah proses pendidikan yang besar. Kemudian
dalam melihat bantuan sosial ini menurut beberapa informan merasa bangga bisa
mendapatkan bantuan ini, karena dengan bantuan sosial ini mereka tidak perlu
membebani ekonomi orang tua mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Martono,
Nanang.2011.Sosiologi Perubahan Sosial
Perspektifklasik, Modern, Postmodern Dan Postkolonial.Jakarta:Rajawali
Press
Darmaningtyas,
& Edi Subkhan.2012.Manipulasi
Kebijakan Pendidikan.Jakarta:Resist Book
Ritzer, Goorge dan Goodman
Douglas J.2012.Teori Sosiologi
Cetakan Ke-8. (Bantul : Kreasi Wacana ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar