tester slide

Senin, 22 September 2014

Filsafat Pendidikan Pragmatisme Sebagai Munculnya Liberalisasi Di Sektor Pendidikan

Melihat berbagai dinamika perkembangan dalam bidang pendidikan tidak pernah lepas dari sebuah dasar dari pendidikan yang ada. Dasar pendidikan merupakan salah satu dari adanya berbagai fenomena yang sehingga membuat dasar pendidikan diuji dalam ketahanannya. Menghadapi dunia global saat ini tidak lepas dari adanya kebijakan publik mengenai liberalisasi yang telah dikeluarkan kebijakaannya. Kebijakan yang tepat merupakan kebijakan yang bijak untuk menentukan masa depan sebuah negara untuk meningkatkan kesejahteraannya di segala bidang. Bidang pendidikan yang merupakan sebuah bidang yang paling krusial yang ada dalam sebuah negara perlu untuk di prioritaskan atau di nomer satukan. Karena berjalannya sebuah negara dapat dilihat dari kebudayaannya, kebudayaan masyarakatnya ini bisa dalam bentuk pendidikannya. Bila dalam pendidikannya bobrok maka dalam berjalanannya negaranya pun akan juga bobrok. Ketika pendidikannya berjalan baik maka negara pun akan melalui jalan yang mulus dalam menghadapi gejala-gejala globalisasi dari serangan-serangan negara kapitalisme.

Kapitalisme global merupakan sebuah bencana bagi negara-negara yang berkembang. Dimana kapitalisme global merupakan bentuk dari adanya sebuah serangan-serangan yang bersifat tidak nyata dalam bidang ekonomi. kapitalisme global yang mempunyai ciri-ciri eksplitatif, ekspansif dan akumulatif, sehingga bagaimana perkembangan nantinya dalam sebuah kapitalisme global. Kapitalisme global yang merupakan perkembangan dari produk-produk kapitalisme pada masa jaman karl marx, dimana adanya sebuah transisi dari jaman primitif menuju ke jaman feodal dan selanjutnya ke jaman kapitalisme. Yang mana dalam persepsi marx kapitalisme akan menghancurkan dirinya sendiri pada suatu saat nanti dan berganti kepada sosialisme. Namun, dalam beberapa perkembangan terakhir, ternyata kapitalisme tidak hancur begitu saja namun berkembang ke dalam kapitalisme-kapitalisme yang lebih modern. Maka dari itu, dalam kapitalisme global tidak pernah hancur dalam perkembangannya, karena para pemikir sosialisme yang merupakan ajaran dari kapitalisme telah terlena dengan adanya kapitalisme global yang ada. Kapitalisme sendiri berangkat dari sebuah filsafat yang beraliran dari filsafat pragmatisme. Di mana dalam filsafat pragmatisme yang banyak berkembang di negara amerika ini merupakan awal dari munculnya dari kapitalisme. Aliran filsafat yang Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos. Abad ke-19 menghasilkan tokoh-tokoh pemikir, diantaranya ialah Karl Marx (1818-1883) di kontinen Eropa dan William James (1842-1910) di kontinen Amerika. Kedua pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx, yang terpengaruh positivisme, melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis, melahirkan pragmatisme. Baik sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya kemanusiaan dapat menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan,kepraktisan, getting things done.Menjadikan sesuatu dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James berpendapat bahwa kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi manusialah yang menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is useful. Karena 19 kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering dikritik sebagai filsafat yang mendukung bisnis dan politik Amerika. Dengan adanya pragmatisme tidak ada sosialisme di Amerika. (Ada memang Partai Komunis Amerika dan toko-toko buku Marxisme. Tetapi, baik sosialisme maupun komunisme tidak pernah diperhitungkan dalam dunia politik). Kaum buruh Amerika juga menjadi pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan. Hampir-hampir tidak ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New Left pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.
Proses dan sistem yang tidak berpihak terhadap pendidikan yang menjadi kultural masyarakat Indonesia membuat para praktisi pendidikan harus mengubah sistem yang selama ini cenderung pragmatis. Dimana dengan berubahnya sistem yang cenderung pragmatis ini harus merubah menjadi sistem yang bersifat demokratis. Telah disadari bahwa sistem pendidikan kita kurang memberikan ruang gerak bagi perserta didik untuk mengembangkan secara lebih khusus bakat-bakat yang ada dalam diri peserta didik. Konsekwensi siswa hanya menjadi yang taat pada “perintah” atau “larangan” sehingga pendidikan yang semestinya membebaskan dan mendewasakan ratio manusia, malah menjadi ruang yang mengurung ratio manusia dalam kemapanan-kemapanan teori. Dan inilah dikritik oleh John Dewey. Menurut Locke, dalam kondisi tersebut, ratio manusia tidak bisa menjalankan daya refleksinya, sehingga ia cenderung terkurung dalam kebiasaan-kebiasaan dan tradisi lama, serta komleksitas ide-ide, tanpa disertai dengan pengalaman dan ketrampilan-ketrampilan khusus. Maka jalan keluar yang terbaik ialah melepaskan ratio dari kemapanan-kemapanan tersebut, yakni dengan mengubah sistem pendidikan yang kompleks tersebut.
Mengajar merupakan proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu (guru) kepada yang belum tahu (siswa) atau kebiasaan menghafal, melainkan membantu seseorang agar dapat membentuk sendiri pengetahuannya lewat kegiatannya terhadap suatu obyek yang ingin diketahui. Dalam hal ini penyediaan prasarana dan situasi yang memungkinkan dialog secara kritis harus dikembangkan. Dalam proses ini seorang guru bertugas sebagai mitra yang aktif bertanya, merangsang pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya. Yang terpenting adalah menghargai dan menerima pemikiran siswa apapun menguasai bahan secara luas dan mendalam sehingga dapat lebih mudah menerima gagasan dan pendapat siswa yang berbeda. Demikianlah untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik diperlukan para pendidikan yang memiliki profesionalitas dalam mengajar serta mendampingi siswa dalam proses belajar.
Proses pendidikan yang pragmatis cenderung mengakibatkan banyaknya berbagai komunikasi yang tidak lancar dimana orientasi peran pendidikan menjadi hanya sebagai proses untuk mencapai pekerjaan tertentu. Anak umur 6 tahun (kelas 1) menggunakan ketrampilan dan peralatan dalam taman kanak-kanak untuk ‘membangun’ suatu peternakan, menggunakan blok-blok untuk tiap bangunan dan menanam tanaman-tanaman tiruan di atas meja pasir yang besar. Dengan membagi meja itu ke dalam area-area berbeda untuk tanaman-tanaman berbeda, mereka belajar tentang pecahan matematika. Anak-anak yang berumur enam tahun belajar dengan menggunakan tongkat-tongkat untuk membagi area bermain mereka ke dalam beberapa bagian. Sambil bermain, mreka belajar mengkonversi ukuran, dari inci ke kaki, yard, are dan unit-unit ukuran lainnya. Mereka mempelajari tentang volume ketika menggunakan gantang dalam permainan. Mereka belajar penjumlahan dan pengurangan serta satuan-satuan uang dengan bermain sebagai petani yang melakukan panen atas hasil panen dan menjualnya ke pasar. Mereka juga belajar menulis dan membaca dengan cepat karena harus membuat label-label tanaman yang harus mereka tanam dan kemudian jual di pasar. Mereka belajar melukis rencana bangunan untuk membangun rumah pertanian, gudang, kandang, dan melakukan pelabelan terhadap tiap bagian dari rencana itu dengan kata-kata yang jelas dan tepat. Mereka harus mengukur dengan pasti dan benar untuk menentukan blok nomor berapa yang akan digunakan membangun apa. Setiap kesalahan yang mereka buat, baik dalam pelabelan maupun pengukuran, akan membuat rumah pertanian dan yang lainnya tidak akan selesai atau roboh karena salah perhitungan. Dari situlah mereka belajar, dengan cara menghitung lagi dengan benar dan membangun lagi. Dengan cara belajar terus menerus dari kesalahan-kesalahan itu, mereka dapat memecahkan masalah-masalah itu dengan benar.
Siswa kelas 2 mempelajari kehidupan pra-sejarah dengan membangun gua buatan (menggunakan balok dan lembaran-lembaran kertas besar) dan berpura-pura hidup di dalamnya. Dalam setiap langkah untuk itu, siswa mengkombinasikan apa yang mereka baca di buku dengan melakukannya. Siswa kelas tiga belajar tentang peradaban awal, sementara siswa 9 tahun belajar tentang sejarah lokal dan geografi. Siswa 10 tahun belajar tentang sejarah kolonial dengan cara membangun pondok-pondok kayu pertahanan. Selain itu, ‘Darmawisata’ juga digunakan Dewey sebagai salah satu metode belajarnya guna menangkap imajinasi anak didiknya. Anak kelas enam dan semua siswa yang lebih besar belajar dengan bekerja pada proyek-proyek yang melibatkan hal-hal yang lebih kompleks, seperti politik, pemerintahan dan ekonomi. Tidak lupa proyek-proyek penelitian ilmiah: biologi, kimia dan fisika dalam laboratorium di kelas. Demokrasi diajarkan dengan cara mempraktekkannya. Setiap kesempatan, kesalahan dalam pemahaman tentang demokrasi selalu dibetulkan dengan cara pengulangan. Masalahnya adalah untuk mengajar di Sekolah Dewey lebih sulit daripada di sekolah-sekolah konvensional atau sekolah-sekolah biasa. Guru yang mengajar di sana harus dilatih dalam metode Dewey dan juga mendapatkan pelatihan yang cukup tentang psikologi anak. Selain itu, guru juga harus menjadikan pengetahuan tiap hari sebagai kemampuan diri. Pengetahuan tiap hari yang harus dikuasai oleh guru itu adalah penguasaan ketrampilan yang harus difasilitasi pembelajarannya kepada murid, mulai dari menjahit, pertukangan, fisika, musik, seni, olahraga dan lain sebagainya. Guru dalam perspektif pendidikan aliran pragmatisme bukanlah guru yang terpaku pada diktat tetapi guru yang dituntut untuk kreatif. Guru harus belajar mempertahankan agar anak didik senang belajar dengan melihat dunia dari sudut pandang anak-anak serta sudut pandang orang dewasa.

Dari bahasan tentang pengalaman John Dewey di atas, sangat jelas terlihat bahwa aliran Pragmatisme Pendidikan menghadirkan nuansa lain dari dunia pendidikan yang selama ini biasa diketahui. Pragmatisme pendidikan memposisikan anak didik sebagai pihak yang sangat penting dan mesti dipahami dengan baik dan benar. Dengan pemahaman yang baik dan benar terhadap kebutuhan anak didik, diharapkan agar anak didik dapat menikmati sistem pendidikan yang diterapkan kepada mereka. Dalam proses pelaksanaan pendidikan saat ini, pendidikan yang dimulai dari play group sampai dengan di tingkat pendidikan tinggi juga telah menganut pragmatisme pendidikan. Walaupun demikian, tidak ada satu aliran pendidikan pun yang diterapkan secara sendiri-sendiri dalam sistem pendidikan. Selalu saja ada gabungan dari aliran-aliran pendidikan yang ada sehingga menghasilkan suatu sistem pendidikan yang baik dan dapat memenuhi standar. Peran serta mutu pendidikan mulai di kaji serta disadari sebagai sebuah wacana kritis, bukan sebagai wacana sebagai orientasi untuk mencari keuntungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar