Melihat
berbagai dinamika perkembangan dalam bidang pendidikan tidak pernah lepas dari
sebuah dasar dari pendidikan yang ada. Dasar pendidikan merupakan salah satu
dari adanya berbagai fenomena yang sehingga membuat dasar pendidikan diuji
dalam ketahanannya. Menghadapi dunia global saat ini tidak lepas dari adanya kebijakan
publik mengenai liberalisasi yang telah dikeluarkan kebijakaannya. Kebijakan
yang tepat merupakan kebijakan yang bijak untuk menentukan masa depan sebuah
negara untuk meningkatkan kesejahteraannya di segala bidang. Bidang pendidikan
yang merupakan sebuah bidang yang paling krusial yang ada dalam sebuah negara
perlu untuk di prioritaskan atau di nomer satukan. Karena berjalannya sebuah
negara dapat dilihat dari kebudayaannya, kebudayaan masyarakatnya ini bisa
dalam bentuk pendidikannya. Bila dalam pendidikannya bobrok maka dalam
berjalanannya negaranya pun akan juga bobrok. Ketika pendidikannya berjalan
baik maka negara pun akan melalui jalan yang mulus dalam menghadapi
gejala-gejala globalisasi dari serangan-serangan negara kapitalisme.
Kapitalisme
global merupakan sebuah bencana bagi negara-negara yang berkembang. Dimana kapitalisme
global merupakan bentuk dari adanya sebuah serangan-serangan yang bersifat
tidak nyata dalam bidang ekonomi. kapitalisme global yang mempunyai ciri-ciri
eksplitatif, ekspansif dan akumulatif, sehingga bagaimana perkembangan nantinya
dalam sebuah kapitalisme global. Kapitalisme global yang merupakan perkembangan
dari produk-produk kapitalisme pada masa jaman karl marx, dimana adanya sebuah
transisi dari jaman primitif menuju ke jaman feodal dan selanjutnya ke jaman
kapitalisme. Yang mana dalam persepsi marx kapitalisme akan menghancurkan
dirinya sendiri pada suatu saat nanti dan berganti kepada sosialisme. Namun,
dalam beberapa perkembangan terakhir, ternyata kapitalisme tidak hancur begitu
saja namun berkembang ke dalam kapitalisme-kapitalisme yang lebih modern. Maka
dari itu, dalam kapitalisme global tidak pernah hancur dalam perkembangannya,
karena para pemikir sosialisme yang merupakan ajaran dari kapitalisme telah
terlena dengan adanya kapitalisme global yang ada. Kapitalisme sendiri
berangkat dari sebuah filsafat yang beraliran dari filsafat pragmatisme. Di
mana dalam filsafat pragmatisme yang banyak berkembang di negara amerika ini
merupakan awal dari munculnya dari kapitalisme. Aliran filsafat yang Dipandang
sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat
empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang
manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre
Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos. Abad ke-19 menghasilkan
tokoh-tokoh pemikir, diantaranya ialah Karl Marx (1818-1883) di kontinen Eropa
dan William James (1842-1910) di kontinen Amerika. Kedua pemikir itu mengklaim
telah menemukan kebenaran. Marx, yang terpengaruh positivisme, melahirkan
sosialisme dan James, seorang relativis, melahirkan pragmatisme. Baik
sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya kemanusiaan dapat menghadapi
masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Arti umum dari
pragmatisme ialah kegunaan,kepraktisan, getting things done.Menjadikan sesuatu
dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James berpendapat bahwa
kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi manusialah yang
menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is
useful. Karena 19 kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering dikritik
sebagai filsafat yang mendukung bisnis dan politik Amerika. Dengan adanya
pragmatisme tidak ada sosialisme di Amerika. (Ada memang Partai Komunis Amerika
dan toko-toko buku Marxisme. Tetapi, baik sosialisme maupun komunisme tidak
pernah diperhitungkan dalam dunia politik). Kaum buruh Amerika juga menjadi
pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan. Hampir-hampir tidak
ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New Left pada
akhir 1960-an dan awal 1970-an.
Proses
dan sistem yang tidak berpihak terhadap pendidikan yang menjadi kultural
masyarakat Indonesia membuat para praktisi pendidikan harus mengubah sistem
yang selama ini cenderung pragmatis. Dimana dengan berubahnya sistem yang
cenderung pragmatis ini harus merubah menjadi sistem yang bersifat demokratis. Telah
disadari bahwa sistem pendidikan kita kurang memberikan ruang gerak bagi
perserta didik untuk mengembangkan secara lebih khusus bakat-bakat yang ada
dalam diri peserta didik. Konsekwensi siswa hanya menjadi yang taat pada
“perintah” atau “larangan” sehingga pendidikan yang semestinya membebaskan dan
mendewasakan ratio manusia, malah menjadi ruang yang mengurung ratio manusia
dalam kemapanan-kemapanan teori. Dan inilah dikritik oleh John Dewey. Menurut
Locke, dalam kondisi tersebut, ratio manusia tidak bisa menjalankan daya
refleksinya, sehingga ia cenderung terkurung dalam kebiasaan-kebiasaan dan
tradisi lama, serta komleksitas ide-ide, tanpa disertai dengan pengalaman dan
ketrampilan-ketrampilan khusus. Maka jalan keluar yang terbaik ialah melepaskan
ratio dari kemapanan-kemapanan tersebut, yakni dengan mengubah sistem
pendidikan yang kompleks tersebut.
Mengajar
merupakan proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
Mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu (guru)
kepada yang belum tahu (siswa) atau kebiasaan menghafal, melainkan membantu
seseorang agar dapat membentuk sendiri pengetahuannya lewat kegiatannya
terhadap suatu obyek yang ingin diketahui. Dalam hal ini penyediaan prasarana
dan situasi yang memungkinkan dialog secara kritis harus dikembangkan. Dalam
proses ini seorang guru bertugas sebagai mitra yang aktif bertanya, merangsang
pemikiran, menciptakan persoalan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan
konsepnya. Yang terpenting adalah menghargai dan menerima pemikiran siswa
apapun menguasai bahan secara luas dan mendalam sehingga dapat lebih mudah
menerima gagasan dan pendapat siswa yang berbeda. Demikianlah untuk memperoleh
mutu pendidikan yang baik diperlukan para pendidikan yang memiliki
profesionalitas dalam mengajar serta mendampingi siswa dalam proses belajar.
Proses
pendidikan yang pragmatis cenderung mengakibatkan banyaknya berbagai komunikasi
yang tidak lancar dimana orientasi peran pendidikan menjadi hanya sebagai
proses untuk mencapai pekerjaan tertentu. Anak umur 6 tahun (kelas 1)
menggunakan ketrampilan dan peralatan dalam taman kanak-kanak untuk ‘membangun’
suatu peternakan, menggunakan blok-blok untuk tiap bangunan dan menanam
tanaman-tanaman tiruan di atas meja pasir yang besar. Dengan membagi meja itu
ke dalam area-area berbeda untuk tanaman-tanaman berbeda, mereka belajar
tentang pecahan matematika. Anak-anak yang berumur enam tahun belajar dengan
menggunakan tongkat-tongkat untuk membagi area bermain mereka ke dalam beberapa
bagian. Sambil bermain, mreka belajar mengkonversi ukuran, dari inci ke kaki,
yard, are dan unit-unit ukuran lainnya. Mereka mempelajari tentang volume ketika
menggunakan gantang dalam permainan. Mereka belajar penjumlahan dan pengurangan
serta satuan-satuan uang dengan bermain sebagai petani yang melakukan panen
atas hasil panen dan menjualnya ke pasar. Mereka juga belajar menulis dan
membaca dengan cepat karena harus membuat label-label tanaman yang harus mereka
tanam dan kemudian jual di pasar. Mereka belajar melukis rencana bangunan untuk
membangun rumah pertanian, gudang, kandang, dan melakukan pelabelan terhadap
tiap bagian dari rencana itu dengan kata-kata yang jelas dan tepat. Mereka
harus mengukur dengan pasti dan benar untuk menentukan blok nomor berapa yang
akan digunakan membangun apa. Setiap kesalahan yang mereka buat, baik dalam
pelabelan maupun pengukuran, akan membuat rumah pertanian dan yang lainnya
tidak akan selesai atau roboh karena salah perhitungan. Dari situlah mereka
belajar, dengan cara menghitung lagi dengan benar dan membangun lagi. Dengan
cara belajar terus menerus dari kesalahan-kesalahan itu, mereka dapat
memecahkan masalah-masalah itu dengan benar.
Siswa
kelas 2 mempelajari kehidupan pra-sejarah dengan membangun gua buatan
(menggunakan balok dan lembaran-lembaran kertas besar) dan berpura-pura hidup
di dalamnya. Dalam setiap langkah untuk itu, siswa mengkombinasikan apa yang
mereka baca di buku dengan melakukannya. Siswa kelas tiga belajar tentang
peradaban awal, sementara siswa 9 tahun belajar tentang sejarah lokal dan
geografi. Siswa 10 tahun belajar tentang sejarah kolonial dengan cara membangun
pondok-pondok kayu pertahanan. Selain itu, ‘Darmawisata’ juga digunakan Dewey
sebagai salah satu metode belajarnya guna menangkap imajinasi anak didiknya.
Anak kelas enam dan semua siswa yang lebih besar belajar dengan bekerja pada
proyek-proyek yang melibatkan hal-hal yang lebih kompleks, seperti politik,
pemerintahan dan ekonomi. Tidak lupa proyek-proyek penelitian ilmiah: biologi,
kimia dan fisika dalam laboratorium di kelas. Demokrasi diajarkan dengan cara
mempraktekkannya. Setiap kesempatan, kesalahan dalam pemahaman tentang demokrasi
selalu dibetulkan dengan cara pengulangan. Masalahnya adalah untuk mengajar di
Sekolah Dewey lebih sulit daripada di sekolah-sekolah konvensional atau
sekolah-sekolah biasa. Guru yang mengajar di sana harus dilatih dalam metode
Dewey dan juga mendapatkan pelatihan yang cukup tentang psikologi anak. Selain
itu, guru juga harus menjadikan pengetahuan tiap hari sebagai kemampuan diri.
Pengetahuan tiap hari yang harus dikuasai oleh guru itu adalah penguasaan
ketrampilan yang harus difasilitasi pembelajarannya kepada murid, mulai dari
menjahit, pertukangan, fisika, musik, seni, olahraga dan lain sebagainya. Guru
dalam perspektif pendidikan aliran pragmatisme bukanlah guru yang terpaku pada
diktat tetapi guru yang dituntut untuk kreatif. Guru harus belajar mempertahankan
agar anak didik senang belajar dengan melihat dunia dari sudut pandang
anak-anak serta sudut pandang orang dewasa.
Dari
bahasan tentang pengalaman John Dewey di atas, sangat jelas terlihat bahwa
aliran Pragmatisme Pendidikan menghadirkan nuansa lain dari dunia pendidikan
yang selama ini biasa diketahui. Pragmatisme pendidikan memposisikan anak didik
sebagai pihak yang sangat penting dan mesti dipahami dengan baik dan benar.
Dengan pemahaman yang baik dan benar terhadap kebutuhan anak didik, diharapkan
agar anak didik dapat menikmati sistem pendidikan yang diterapkan kepada
mereka. Dalam proses pelaksanaan pendidikan saat ini, pendidikan yang dimulai
dari play group sampai dengan di tingkat pendidikan tinggi juga telah menganut
pragmatisme pendidikan. Walaupun demikian, tidak ada satu aliran pendidikan pun
yang diterapkan secara sendiri-sendiri dalam sistem pendidikan. Selalu saja ada
gabungan dari aliran-aliran pendidikan yang ada sehingga menghasilkan suatu
sistem pendidikan yang baik dan dapat memenuhi standar. Peran serta mutu
pendidikan mulai di kaji serta disadari sebagai sebuah wacana kritis, bukan
sebagai wacana sebagai orientasi untuk mencari keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar