BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ide pertama demokrasi (democratia) muncul pertama kali di Yunani kuno.
Pengertian democratia mula-mula digunakan oleh Herodot yang lahir pada abad 5 SM.
Pada masa itu, sebenarnya belum ada negara Yunani, yang ada ialah negara atau
kota atau polis. Perwujudan demokrasi terus berkembang dewasa ini. Ada negara
yang telah mapan pelaksanaan demokrasi ada yang baru pada tahap transisi dari
pemerintahan yang diktator menuju pemerintahan yang demokratis. Pengertian
demokrasi berhubungan dengan sistem pemerintahan, yaitu pemerintahan oleh
rakyat melalui para wakilnya di dalam suatu dewan atau majelis.
Dewasa ini pengertian demokrasi tidak
dibatasi kepada pengertian politik tetapi juga menyangkut hal-hal dalam bidang
sosial, ekonomi, hukum dan HAM. Demokrasi telah merupakan suatu sikap dan cara
hidup, baik di dalam lingkungan terbatas maupun dalam lingkungan bernegara.
Demokrasi melihat warga negara memiliki kedudukan yang sama terhadap hukum.
Prinsip demokrasi adalah menghargai akan martabat manusia dengan hak-hak
asasinya.
Dalam demokrasi, negara harus mengakui
hak-hak warga negara agar dilindungi dan diberikan kesempatan seluas-luasnya
untuk diwujudkan. Demokrasi berkaitan dengan keadilan serta upaya untuk
mencapai kesejahteraan bersama. Dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama
inilah negara difungsikan. Negara bukanlah suatu supra sruktur yang merampas
hak-hak asasi manusia, tetapi justru melindungi hak-hak asasi manusia agar
tidak bertabrakan dengan hak anggota lainnya.
Kemajuan hak-hak rakyat biasa mulai
muncul sehingga mengubah cara hidup manusia. Hak asasi manusia mulai
ditonjolkan karena manusia mulai melihat terjadinya ketimpangan-ketimpangan
sebagai ekses kapitalisme. Masalah ekonomi semakin menonjol dan perkembangan
demokrasi banyak dihubungkan dengan perkembangan ekonomi.Sejalan dengan
meningkatnya mutu sumber daya manusia karena pendidikan, lahirlah kelas baru
dalam masyarakat yang disebut kelas menengah. Meluas dan meningkatnya
pendidikan bagi rakyat dibarengi dengan lahirnya kelas menengah yang besar dan
kuat, melahirkan budaya baru. Budaya baru tersebut didukung oleh warga negara
yang semakin berpendidikan, semakin bertanggungjawab dan menguasai berbagai
jenis kompetensi yang diperlukan dalam masyarakat modern. Semua perubahan ini
merupakan pendukung dari proses demokratisasi.
Perkembangan demokrasi sangat tergantung
kepada kualitas warga negaranya. Paulo freire dengan konsep pemberdayaan rakyat
(empowerment) memperjuangkan
kesadaran dan keterampilan yang diperlukan untuk mengurus peluangnya sendiri
untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kualitas sumber daya manusia yang demikian
hanya dapat diperoleh melalui upaya-upaya pendidikan yang membangunkan kesadaran rakyat banyak. Warga negara yang berdaya adalah warga
negara yang sadar akan hak-haknya. Proses demokratisasi tidak terlepas dari
proses pendidikan yang memerdekakan warga negaranya dari berbagai jenis oppressive atau penindasan.
Di negara-negara berkembang masalah
pelaksanaan demokrasi politik tidaklah mudah. Rakyat telah terbiasa dibungkam
dan ditindas sehingga tidak mengenal makna dari kebebasan individu. Kebebasan
individu haruslah dipelajari, kalau tidak akan terjadi anarkisme. Kebebasan
dalam masyarakat demokratis adalah kebebasan yang bertanggungjawab bukan kebebasan
yang “kebablasan”. Masyarakat harus mengenal batas-batas kebebasannya, yaitu
kerjasama dengan sesama warga negara untuk mencapai cita-cita yang
diperjuangkan.
Terbentuknya masyarakat demokratis atau
masyarakat madani tidak dapat terwujud dalam waktu singkat tapi melalui sebuah
proses yang panjang karena menuntut perubahan tingkah laku manusia. Peranan
pendidikan amat besar dalam mengubah tingkah laku yang dibutuhkan oleh
masyarakat yang demokratis.
Masyarakat Indonesia didalam perjalanan
sejarahnya telah mengalami berbagai bentuk kehidupan. Dari masyarakat feodal,
memasuki masyarakat kolonil dengan berbagai bentuk peindasan, kemudian
mengalami pemerintahan yang otoriter, kini memasuki suatu masyarakat terbuka
guna membangun masyarakat yang demokratis. Masyarakat dan kebudayaan Indonesia
yang diakui pluralistik merupakan salah satu hasil dari bangunan masyarakat
yang demokratis. Menurut Amien Rais, proses demokratisasi bukan hanya berkenaan
dengan lembaga politik dan pemerintahan tetapi juga merupakan sikap dari setiap
warga negara yang mempunyai komitmen melaksanakan nilai-nilai demokrasi.
Nilai nilai demokrasi tersebut
sebenarnya telah lama hidup di dalam kebudayaan di Indonesia. Oleh sebab itu
nilai tersebut perlu direvitalisasi melalui proses pendidikan dalam arti yang
luas. Artinya revitalisasi nilai-nilai demokrasi perlu dikembangkan, bukan saja
di ruangan sekolah, tapi juga dalam keluarga, masyarakat yaitu di dalam
kehidupan politik, kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan lain sebagainya.
Hal yang paling pokok dari persoalan
pendidikan yang demokratis adalah pandangan bahwa ada kesetaraan antara manusia
yang satu dan yang lainnya. Pendidikan yang demokratis tidak mengenal adanya
pihak yang satu mendominasi lainnya. Dalam pendidikan yang demokratis yang ada
adalah saling memanusiakan. Ini berarti, tidak ada manusia yang menindas dan
yang ditindas. Manusia yang satu dengan yang lain harus pada kondisi sejajar
untuk mendapatkan kemanusiaannya yang sejati yakni sebuah hakikat kemanusiaan
yang bebas untuk melakukan sesuatu dan tidak terbelenggu oleh manusia lainnya.
HAM atau Hak Asasi Manusia melekat pada
hakikat manusia. Artinya, eksistensi manusia ditentukan oleh pengakuan hak
asasinya. Tanpa pengakuan tersebut kita tidak dapat menghargai martabat
manusia. Untuk menciptakan hak asasi manusia yang bertabat maka diperlukan
adanya relasi moral. Relasi moral tidak hanya kepada hubungan dengan diri
sendiri dan oranglain tetapi antara manusia dengan dunia fisik serta dengan
sang Pencipta.
HAM dan pendidikan memiliki hubungan
yang eksistensial yang tidak bisa terlepaskan. Demikian pula HAM tidak memiliki
arti apa-apa tanpa adanya proses pendidikan. Pendidikan adalah proses untuk
merealisasikan hak-hak asasi manusia. Proses perealisasian HAM dalam pendidikan
terintegrasikan dalam kurikulum tersembunyi (hidden
curriculum). Kurikulum tersembunyi merupakan kurikulum yang tidak tertulis
dalam kurikulum dan mengandung nilai-nilai yang diharapkan dari proses
pembelajaran.
HAM bukanlah sesuatau yang abstrak dan
berdiri sendiri, tetapi merupakan sesuatu yang sifatnya relasional dan
berintensi moral yang selalu diikuti dengan kewajiban. HAM merupakan rentetan
daftar hak dan kewajiban seseorang tapi lebih penting lagi HAM merupakan bentuk
kelakukan yang baru nyata bila dilaksanakan dalam perilaku seseorang. HAM dan pendidikan sama-sama merupakan
ilmu praksis yang merupakan satu kesatuan konsep : aksi-refleksi-aksi. Proses
pendidikan HAM bukan merupakan komoditi hafalan melainkan sebuah ilmu praksis.
1.2 Rumusan Masalah
Dari adanya latar belakang yang ada
dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penyelesaian
kekerasan dalam pendidikan melalui jalan demokrasi dan hak asasi manusia ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penyelesaian
kekerasan pendidikan melalui jalan demokrasi dan hak asasi manusia
1.4 Manfaat
Secara umum dapat dijadikan acuan
sebagai penyelesaian kekerasan yang dewasa ini sering terjadi tindakan
kekerasan dalam dunia pendidikan
BAB II
ISI
Melihat
kondisi pendidikan yang tidak demokratis menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan pendidikan di indonesia tidak mampu mencapai kualitas yang
maksimal. Dimana masih terjadi kekerasan yang dialami oleh siswa dari
pendidiknya maupun antar siswa. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mana
merupakan bagian dari lemahnya kurikulum yang diambil oleh para pejabat
pemerintahan. Bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi adalah kekerasan fisik pada
umumnya. Dimana kekerasan fisik merupakan lemahnya dialog yang diutamakan oleh
kurikulum ini. Dalam kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum yang
seharusnya mampu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh semua warga
sekolah. Misalkan saja pada kekerasan yang terjadi pada kekerasan SD Trisula,
Bukit Tinggi Sumatera Utara. Dimana dalam kasus ini merupakan kasus kekerasan
yang dialami oleh siswa dan siswa kemudian mencuat ke dalam publik melalui
media youtube.
Kondisi sosial tersebut salah satunya
diakibatkan oleh kebijakan atau sistem yang dibentuk dan diterapkan oleh
pemerintah pusat. Tidak adanya suatu bentuk pengawasan atau peninjauan ulang
dengan apa yang dibentuk membuat dunia pendidikan yang seharusnya dapat
berdampak positif bagi diri individu kini yang terjadi sebaliknya berbalik
menciptakan dampak yang negatif dalam diri individu. Pemerintah sebagai agent
pembaharuan kini tidak lagi menjadi alat yang menjamin atau memberikan pengaruh
yang baik pada kehidupan manusia di era modern saat ini. Dengan adanya motif
atau tujuan secara individual kefungsian pemerintah menjadikan kehidupan
manusia khususnya dalam dunia pendidikan menimbulkan permasalahan-permasalahan
yang rumit. Dimana antara para penguasa yang seharusnya tahu apa yang
dibutuhkan oleh manusia pada umumnya, dengan menjalin dialog antara keduanya
yang bisa mencapai proses perbaikan bersama nantinya. Jika ditinjau kembali
apabila dialog dilakukan antara para penentu kebijakan dan manusia secara umum
maka antara apa yang diingikan, dibutuhkan oleh masyarakat secara umum dapat
menjadi acuan bagi penentu kebijakan untuk menciptakan atau membentuk sebuah
kebijakan.
Penciptaan
sebuah dialog sendiri akan melahirkan proses demokrasi meski dengan adanya
perdebatan-perdebatan yang muncul di dalamnya. Terlebih dalam dunia pendidikan
yang merupakan suatu aspek yang sangat penting mengingat lewat pendidikan
manusia akan mengalami perkembangan dalam dirinya. Dikatakan demikian karena
dalam pendidikan sendiri terjadi Transfer
Of Knowledge yang juga didalamnya ada unsur pengembangan ilmu pengetahuan
yang sebelumnya telah dimiliki dalam diri individu. Dalam hal ini agar proses
pendidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya diperlukan adanya proses
kegiatan pendidikan berasal dari dalam diri siswa sehingga akan kreatif dan
selektif yang berasal dari pihak peserta didik itu sendiri. Adanya ketimpang
tindihan dari dari apa yang diinginkan oleh penguasa dengan apa yang diinginkan
oleh individu terutama dari peserta didik sebagai generasi muda yang
membutuhkan banyak pengetahuan lewat perencanaan yang baik dari para pemilik
kuasa. Serta dari para pelaksana di laangan dalam proses pendidikan, yang
semuanya membutuhkan aturan yang pasti dan tepat. Namun, pada kenyataannya
dalam kehidupan hal demikian tidak dijumpai bahkan tidak dimungkinkan. Sehingga
pada akhirnya akan memunculkan permasalahan, maraknya kekerasan yang ada dalam
lingkungan sekolah sendiri sebagai wujud dari salah satu permasalhan pendidikan
saat ini.
Kekerasan yang muncul pada akhir-akhir
ini, merupakan salah satu dari hilangnya demokrasi di instansi pendidikan.
Dimana kondisi dialogis yang ada sering kali hilang begitu saja karena suasana
membangun demokrasi tidak menjadi suatu hal sebagaimana mestinya, terbukti
dengan adanya perampasan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia.
Yang mana pada akhirnya akan menimbulkan masalah tersendiri dalam lembaga
pendidikan, berawal dari apa yang menjadi hak dan apa yang seharusnya diperoleh
oleh manusia terjadi sebuah hambatan atau penundaan tersendiri. Pada akhirya
sendiri akan menimbulkan masalah yang besar terlebih menyangkut tentang hak
dari manusia yang seharusnya diperoleh dengan mudah menjadi penuh dengan
perjuangan dan usaha yang lebih. Setiap manusia yang hidup dalam negara ini
sejak lahir telah memiliki hak-hak yang mana hal demikian diberikan secara
langsung oleh negara yang terpatri dalam Undang-Undang Dasar Negara.
Perlunya sebuah penghargaan atau
perhatian terhadap apa-apa yang menjadi hak setiap individu dalam kehidupannya
terutama dalam bidang pendidikan saat ini. Terlebih banyaknya pelanggaran yang
berwujud kekerasan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik secara
fisik atau secara verbal (ucapan). Seharusnya peserta didik yang diberikan
arahan atau pengetahuan berbagai ilmu pengetahuan mulai dari hal yang kecil
hingga bersifat kusus terjadi suatu gesekan dari apa yang dilakukan oleh
pendidik di lingkungan sekolah. Kodrat pendidik yang dianggap sebagai panutan
atau individu yang memiliki kuasa lebih terhadap proses pemebelajaran kini
tidak lagi dapat tercermin dalam dunia pendidikan. Terbukti dengan adanya kasus
kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini dilingkungan sekolah elit yang telah
mempunyai nama ataupun sekolah-sekolah yang ada di kabupaten ataupun kota.
Dimana semuanya dilakukan oleh pihak pendidik kepada peserta didik, mayoritas
dengan adanya tindakan kekerasan fisik. Mulai dari memukul salah satu anggota
badan dengan berakibat luka ringan ataupun berat, berkata kasar, bahkan sampai
pada tindakan amoral yang memiliki dampak yang sangat berat bagi peserta didik.
Bentuk kontrol yang menjadi suatu acuan
dalam pelaksanaan dalam lingkungan pendidikan (sekolah) yang memang harus
memiliki nilai lebih yang dilakukan oleh pihak-pihak sekolah. Hal terkecil saja
yang menjadi fokus pembicaraan ketika kita berbicara tentang kekerasan yang ada
di linkungan sekolah yang diterima oleh peserta didik. Dengan adanya suasana
belajar yang tertata atau tersistem, dapat dijelaskan disini yakni peserta
didik yang cenderung diam menerima apa yang dikatakan oleh pendidik. Dimana
secara tidak langsung juga menjadi suatu hal yang dianggap benar, dengan kata
lain memang itu tugas dari peserta didik ketika proses pembelajaran. Peserta
didik dapat melakukan sanggahan atau bertanya ketika pendidik selesai
menjelaskan itupun juga dengan landasan bahwa apa yang dikatakan pendidik
selalu benar meski terjadi perdebatan disana.
Disini jelas bahwa pembunuhan karakter
atau bahkan hambatan terhadap pengembangan kemampuan dari seorang individu
terbatasi dengan adanya suasana pembelajaran yang demikian. Dapat dicontohkan
kembali kasus kekerasan yang ada dalam lingkungan sekolah yakni adanya pendidik
yang melontarkan kata-kata kasar kepada peserta didik semisal “kamu itu bodoh”.
Bermula dari kata-kata singkat tersebut maka akan berdampak pada psikis dari
peserta didik, yang memang menganggap dirinya secara tidak langsung memang
bodoh. Padahal jika ia mau ia dapat mengembangkan ilmu pengetahuannya secara
baik sesuai apa yang semestinya ada dalam dirinya ketika ia telah berada dalam
lingkungan pendidikan dengan konsumsi sehari-harinya adalah ilmu pengetahuan.
Apa yang ada dalam dunia pendidikan saat ini memang sangat perlu adanya koreksi
untuk sebuah perubahan. Meski pada kenyataannya kondisi demokrasi serta perduli
terhadap hak-hak manusia sulit dilakukan bahkan menjadi hal yang tidak di
pertimbangkan lagi dalam kehidupan sosial manusia saat ini.
Melihat kondisi yang telah ada dalam
dunia pendidikan kita saat ini yang sangat rumit terlebih diimbangi dengan
permasalahan kurikulum yang selalu mengalami perubahan dari periode ke periode.
Dalam pembentukan kurikulum yang akan diterapkan kepada proses pembelajaran
disekolah, yang mana seharusnya dalam
pembentukan juga memperhatikan apa yang diperlukan dalam dunia pendidikan saat
ini. Sehingga pada akhirnya tidak terjadi kondisi ketidakseimbangan antara
kurikulum yang diterapkan dengan kondisi langsung dari dunia pendidikan yang
ada. Seperti halnya pada penerapan kurikulum 2013 (K13) yang mana lebih menekankan pada keaktifan
murid yang lebih ditekankan. Murid diharapkan belajar mandiri tindakan guru
menerangkan di depan kelas tidak menjadi suatu hal yang mutlak dan harus
dilakukan. Hanya dengan pemberian buku bacaan pendidik tidak perlu lagi
menjelaskan seperti halnya kebudayaan pendidikan sebelum-sebelumnya dimana
murid mendengarkan guru yang bicara.
Praktek
penyelesaian masalah dalam kurikulum 2013
Dapat
ditinjau lebih dalam lagi tentang sistem kurikulum 2013 pada proses
pembelajaran peserta didik yang lebih dominan untuk mendapatkan pengetahuan
sebagaimana mestinya. Dahulunya guru yang memiliki nilai dominan dalam proses
pembelajaran dari pada peserta didik, kini dengan waktu yang singkat sistem
tersebut dirubah. Peserta didik yang dahulunya mempunyai anggapan atau bahkan
sikap bergantung pada pendidik dalam proses adopsi pengetahuan. Memunculkan
permasalahan tersendiri dari peserta didik bagaimana ia memperoleh pengetahuan
yang semula di berikan oleh pendidik, menjadi bagaimana upaya yang dilakukan
dirinya untuk mendapatkan pengetahuan.
Meskipun ia dalam lingkungan sekolah yang banyak sumber-sumber
pengetahuan yang diperoleh khususnya dengan keberadaan pendidik.
Pada
dasarnya pendidikan yang seharusnya menjadikan atau mencetak individu yang
memiliki mutu lewat pengetahuan yang dimiliki, menjadi tidak relevan lagi
dengan adanya sistem yang diterapkan tidak cocok dengan kondisi yang
sebenarnya. Dikatakan pendidikan yang demokratis yang seharusnya dimunculkan
dalam dunia pendidikan, yang mana mengacu pada permasalahan moral, terutama
moral masyarakat di lingkungan sekolah itu sendiri. Di dalam kurikulum sendiri
yang dibentuk untuk mengatur dari berjalannya pendidikan yang mengarah pada
perubahan lebih baik dari pada sebelumnya. Kurikulum itu sendiri harus dengan
penyeleksian yang mengarah pada seluruuh pihak untuk aktif dalam mengisi
kehidupan sosial khususnya dalam lingkungan sekolah, dengan adanya permasalahan
nilai-nilai dalam kehidupan demokrasi. Kurikulum dianggap sebagai satu sarana
yang memungkinkan peserta didik merekonstruksi atau memahami konteks
kemanusiaan dari suatu tindakan yang dilakukan. Maka pertimbangan serta koreksi
dari kurikulum yang ingin dijalankan dari yang sudah terentuk sangat
diperlukan, sebelum itu diterapkan dalam lingkungan pendidikan.
Kembali
lagi ke permasalahan dari penerapan kurikulum 2013 yang tidak secara instan
dapat berjalan dengan baik, terlebih dengan adanya kultur pendidikan yang telah
dibentuk sebelumnya. Disini yang terbebani adalah peserta didik yang tidak siap
untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara usaha sadar dari dalam dirinya. Tidak
semua peserta didik mengerti melalui dia membaca pengetahuan lewat buku
literatur yang telah diberikan. Perlu adanya proses penjelasan ulang ataupun
cara yang lebih mudah bagimana nantinya pengetahuan tersebut mudah dipahami
atau dimengerti oleh peserta didik. Sehingga nantinya peserta didik tidak
mengalami kerugian ketika ia telah ada dan terkait dengan lingkungan sekolah
tidak dapat mengadopsi atau mendapatkan pengetahuan sebagaimana mestinya ia
memperoleh lewat lembaga pendidikan tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian
bagi para penguasa atau para pembentuk kebijakan yang memang perlu adanya
perubahan dari kurikulum yang dijalankan.
Perlunya
proses demokrasi serta perhatian terhadapa hak-hak setiap individu yang ada
khsusunya dalam lingkungan pendidikan yang memang harus diperhatikan oleh
negara. Lewat pendidikanlah negara dapat berkembang dan bertahan dari
permasalahan sosial dalam era modern saat ini. Demokrasi sendiri sebagai
pandangan hidup merupakan kebutuhan setiap manusia dalam membentuk nilai-nilai
yang mengatur kehidupan bersama, dalam hal kesejahteraan umum dan seluruh
perkembangan manusia sebagai individu. Dari sini terlihat jelas bahwa proses
demokrasi sangat diperlukan terlepas nantinya menimbulkan kendala ataupun
tidak. Kurikulum yang terbentuk dengan bertitik pada individu bukan sebagai
obyek tetapi secara keseluruhan sebagai bangunan sosial yang memiliki sumber
potensial dan harus dilayani.
Berkaca
pada lembaga pendidikan dengan adanya demokrasi dalam setiap keputusan meski
adanya perubahan yang memang diinginkan, tetapi juga harus mengerti kendala
atau sejauh mana sumberdaya yang dimiliki oleh peserta didik jika melakukan
sistem atau aturan yang dibentuk tersebut. Terlebih hak untuk mendapatkan
pengetahuan lewat lembaga pendidikan sudah menjadi kodrat setiap manusia. Tidak
menjadi sebuah keterhambatan dengan aturan serta tatanan yang dibentuk oleh
para penguasa meski itu tujuannya baik. Pendidikan yang masih memiliki peran
berbanding dengan peserta didik yang memang saat ini dibutuhkan oleh peserta
didik dalam proses pembelajaran. Bukanlah menjadi suatu ketetapan dari salah
satu pihak yang memiliki kuasa yang lebih dominan, yang memang tidak dapat
merubah cara pandang dari peserta didik seiring dengan perkembangan zaman yang
ada. Proses pembelajaran secara berimbanglah yang paling tepat dilakukan dalam
lingkungan sekolah. Dimana peserta didik diberikan tugas ataupun kesempatan
untuk mengemabngkan pengetahuan atau mendapatkan pengetahuan, yang juga
pendidik melakukan koreksi atau masukan lebih dari apa yang diketahui oleh
peserta didik khususnya dalam proses pembelajaran. Sehingga nantinya tidak ada
kesalahan arti atau kefahaman dari peserta didik dengan pengetahuan yang
dimilikinya, yang juga nantinya proses pembelajaran akan cenderung lebih stabil
dan baik.
Lebih
dapat dikenal kembali sistem dalam proses pembelajaran di sekolah khususnya di
dalam kelas untuk mencapai keberhasilan tersendiri jika melihat kurikulum yang
ada. sebuah model pembelajaran yang berbasis dialog, lebih jauh dialog dapat
membangun kesadaran tentang relasi yang ada dalam masyarakat secara luas
(Rahmat, 2013: 97). Dimana nantinya lewat dialog pendidikan pembebasan dapat
diwujudkan, karena antara pendidik da peserta didik dapat membangun kesadaran
transformasi diantara keduanya. Dapat digambarkan disini ketika proses
pembelajaran di kelas dimulai seorang guru memberikan kasus untuk dikaji dengan
pengetahuan yang ada dalam diri peserta didik. Pendidik memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengkaji atau merespons dari tema dalam pembelajaran
yang sedang berlangsung. Bukan sepenuhnya pendidik yang memiliki andil penuh
terhadap pengetahuan yang akan di transfer kepada peserta didik. Nantinya dapat
menghasilkan perdebatan dari sesama peserta didik dengan adanya pendampingan
atau pengarahan dari pendidik.
Penerapan
demokrasi dan hak asasi manusia dalam kurikulum 2013
Secara
nyata apabila kita melihat kurikulum 2013 yang telah dirancang dan diterapkan
dalam pendidikan saat ini yang mana kurang adanya kecocokan dengan pelaku dari
dunia pendidikan khususnya peserta didik. Kurangnya sikap berdemokrasi yang
tujuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama-sama. Bagaimana
nantinya antara masing – masing pihak tidak dirugikan karena pada dasarnya
memiliki hak yang sama. Landasan dari demokrasi sendiri percaya terhadap
kemampuan seseorang yang memang alami serta pengalaman untuk bekerja sama. Hak
dari peserta didik sebagai individu untuk mendapatkan mutu pendidikan yang baik
yang sama antara satu sama lain merupakan sebuah hal yang paten. Maka
sewajarnya bagi para penguasa atau elit memperhatikan hal tersebut, khususnya
ketika membentuk sebuah aturan meski tujuannya memang baik.
Cara
pembelajaran yang dibebankan atau tidak adanya keberimbangan antara pendidik
dan peserta didik secara tidak langsung menjadi suatu tindakan yang negatif.
Dikarenakan mereka para peserta didik tidak diberikan hak yang seluas-luasnya
untuk menggali pendidikan, yang memang sebelumnya selalu diperoleh dari seorang
pendidik ketika di lingkungan sekolah. Yang mana hal tersebut dibatasi oleh
aturan yang dibentuk melalui kurikulum 2013. Kita harus tahu dari konsensus
dasar pembangunan nasional yaitu Bhineka Tunggal Ika dengan adanya tujuan
menghargai perbedaan dan keberagaman yang seharusnya memang menjadi acuan
setiap individu dalam kehidupan sosial. Optimalisasi dari kurikulum-kurikulum
yang telah dibentuk dan diterapkan selama ini banyak menuai permasalahan
khususnya memang dari para pelaksana pendidikan di sekolah.
Manusia
atau individu dalam kehidupan yang memiliki peran kontrol atau pembaharuan bagi
publik melalui peran positif yang dapat mereka mainkan. Dalam hal ini yang bisa
dilakukan yakni membantu pengembangan karakter individu yang ada disekitarnya
di masa yang akan datang. Tentunya hal demikian juga diimbagi dengan adanya
demokrasi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Pentingnya nilai dari
demokrasi, kurikulum pun harus mampu mewadahi azas-azas demokrasi yang sesuai
dengan kehidupan sekolah dan proses belajar mengajar. Kurikulum yang berazaskan
pada nilai demokrasi sendiri dapat dilakukan dalam hal diantaranya kesetaraan
sebagai warga negara yang mana semua orang harus diperlakukan sama. Tidak
adanya pemberian keistimewaan pada siswa yang kaya dan yang miskin, yang pada
kenyataannya orang miskin lebih dipandang rendah dan tidak memiliki kualitas
mumpuni.
Semisal
contoh pada kasus pemberian pekerjaan rumah dimana anak yang tidak mempunyai
kemampuan lebih dibanding dengan anak yang berasal dari keluarga mampu. Pada
saat pengumpulan tugas yang diberi predikat penghargaan dari peserta didik yang
berasal dari keluarga mampu karena semua fasilitas yang dibutuhkan untuk
menunjang pendidikannya ada dalam rumahnya. Yang mana hal ini juga berdampak
dari hasil tugas yang ia kerjakan, hal ini berbanding terbalik dengan peserta
didik yang beraal dari keluarga yang tidak mampu yang minim akan
fasilitas-fasilitas yang menunjang pendidikannya. Secara langsung pendidik akan
lebih mengunggulkan peserta didik yang berasal dari keluarga mampu, dengan sisi
lain juga memberikan perlakuan yang beda ketika berdiskusi dalam mengeluarkan
pendapat. Bahkan adanya jam tambahan (les) hanya bagi peserta didik yang kaya
yang memiliki banyak uang untuk membanyar uang tambahan dari jam tambahan yang
diberikan pendidik.
Memenuhi
kebutuhan umum merupakan hak dari peserta didik yang berazaskan demokrasi dalam
kaitannya dengan kurikulum. Dimana kurikulum lebih mungkin untuk memenuhi
kebutuhan siswa yang biasa yang memang pada kenyataannya tidak mendapat
perhatian lebih dibanding siswa yang pandai saja yang diberikan pemenuhan
segala kebutuhannya secara lengkap. Semakin besar kompetensi siswa dengan sikap
perhatian yang diberikan maka semakin besar pula kurikulum itu mencerminkan dan
menjangkau aspirasi peserta didik. Kurikulum yang diapaki tersebut sesuai
dengan apa yang menjadi kebutuhan para peserta didik.
Menjamin
hak-hak dasar dimana demokrasi
menjamin kebebasan dasar yang dapat disebutkan disini hak kebebasan berbicara
dan berekpresi, hak berserikat dan berkumpul. Dimana hak tersebut memungkinkan
pengembangan diri setiap individu dan memungkinkan terwujudnya keputusan
kolektif yang lebih baik dengan adanya berbagai argument. Sekolah yang menjadi
miniatur dari negara selayaknya mengaktifkan forum diskusi didalam kelas maupun
diluar yang berkaian di setiap mata
pelajaran, pada kegiatan ektrakurikuler ataupun yang lainnya. Terlebih yang
juga mnejadi nilai penting dalam setiap rancangan pembelajaran untuk setiap
mata pelajaran yang akan dilakukan di sekolah, yang membutuhkan aktifitas
diskusi sebagai wujud dari demokrasi di dalam kurikulum yang nantinya akan di
terapkan.
Kurikulum
yang secara nyata berganti-ganti dengan tujuan mencapai nilai yang lebih baik
pada dunia atau kondisi pendidikan yang ada. memang itu sangat diperlukan tetapi
dengan adanya syarat keberadaan tindakan demokrasi (melalui musyawarah mufakat
serta melalui diskusi) yang nantinya akan benar-benar menjamin pembaharuan bagi
kehidupan sosial. Demikian pula pada pembaharuan kurikulum yang bertopang pada
kebutuhan-kebuthan terkini masyarakat secara umum dan peserta didik secara khusus. Dapat dijelaskan
secara nyata penerapan kurikulum di sekolah, yang mana berarah pada menjamin
keinginan dan suara peserta didik dalam penentuan materi pelajaran yang akan
diberikan oleh pendidik. Peserta didik secara bersama-sama mendiskusikan dengan
adanya pasrtisispasi dari pendidik rancangan pembelajaran yang diinginkan dan
nantinya akan dilakukan. Dengan demikian, apa yang mereka pelajari dan apa yang
diajarkan oleh pendidik adalah benar-benar sesuai dengan keinginan mereka. Hal
ini menjadi bentuk yang efisien untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang
dilakukan di sekolah tanpa adanya masalah ataupun kerumitan dalam adopsi
pengetahuan itu sendiri.
Kebudayaan bisu
penyebab kekerasan siswa
Kebudayaan bisu menurut Paulo Freire merupakan
kebudayaan diamnya para masyarakat brazil. Dimana kebudayaan bisu ini menjadi
faktor ketertindasan para rakyat brazil. Pembiaran kebudayaan bisu ini akan
memberikan kesadaran yang lebih kepada hal yang naif sehingga orang akan
percaya terhadap hal-hal yang bersifat pembiaran. Praktek kebudayaan bisu
merupakan praktek mengenai tentang serangan para penindas terhadap kaum
tertindas dimana sebagai seorang penindas akan melakukan apapun untuk melanggengkan
kekuasaannya terhadap kaum tertindas. Dalam hal pendidikan juga demikina,
dimana untuk menjadi siswa yang disiplin punistmen selalu dilakukan oleh
pendidik agar siswa menjadi patuh terhadap aturan dan tidak mau untuk
memberontak. Diperlukan sebuah pendidikan yang dialogis dalam membentuk sebuah
pendidikan yang demokratis dan HAM. Dengan pendidikan yang demokratis dan HAM
akan membentuk sebuah siswa yang berkarakter lebih dibandingkan harus masuk
kedalam sebuah kebudayaan struktur yang membisukan siswa didalam pendidikan.
Isu mengenai demokrasi lebih diterapkan
sehingga wujud demkrasi seutuhnya akan memberikan sebuah pendidikan yang lebih
bermanfaat terhadap Pendewasaan siswa. Pendewasaan ini, merupakan bentuk dari
pendidikan dengan paradigma dialogis. Namun, sebelumnya, perlu akan memberikan
kesadaran-kesadaran yang dimiliki siswa untuk membuka pendidikan yang dialogis.
Yang mana hal ini seharusnya menjadi faktor dalam mendobrak pendidikan. Dengan
kesadaran yang naif ataupun magik pendidikan yang dialogis tidak akan muncul.
Isu mengenai pendidikan berkarakter merupakan konsep pendidikan yang bagus
sebenarnya. Namun, dalam penerapan pendidikan berkarakter pendidik cenderung
bersifat konservatif sehingga untuk memunculkan pendidikan yang dialogis sulit
untuk dimunculkan. Bahkan kecenderungan guru dalam melakukan tindakan-tindakan
yang tidak patut dilakukan untuk anak-anak. Dimana guru dalam memberikan
hukuman sangat tidak mendidik, cenderung melakukan kekerasan. Hal ini dilakukan
agar siswa menjadi patuh terhadap aturan yang dilakukan oleh sekolah.
Hal ini sering dijumpai dalam kasus
pendidikan kita, dimana guru tidak menerapkan kurikulum baru untuk memberikan
hukuman siswa. Namun masih menggunakan pengalamannya dalam memberikan hukuman
terhadap siswa. Akhirnya, siswa juga sering meniru gaya hukuman yang diterapkan
oleh guru tersebut kepada temannya. Hal ini tidak lepas dari gaya pendidikan
kita yang cenderung mengarah kepada pendidikan gaya bank. Dimana siswa harus
mengikuti alurnya yang dilakukan oleh pendidik.
Kultur pendidikan
gaya bank
Oleh
karenanya, pendidikan hanya sebagai sebuah kegiatan untuk menabung ilmu
pengetahuan, dimana murid dianggap sebagai celengannya. Dalam pendidikan gaya
bank, pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan kepada mereka yang
dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Dalam pandangan Paulo Freire
mengenai pendidikan selalu identik tentang pendidikan yang bersifat satu arah.
Dimana terdapat 10 kategori pendidikan satu arah tersebut, antara lain :
1.
Guru mengajar,
murid diajar
2.
Guru mengetahui
segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa
3.
Guru berpikir,
murid berpikir
4.
Guru bercerita,
murid patuh mendengarkan
5.
Guru menentukan
peraturan, murid diatur
6.
Guru memilih dan
memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
7.
Guru berbuat,
murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya
8.
Guru memilih
bahan dan isi pelajarannya, murid menyesuaikan diri dengan pelajaran itu
9.
Guru
mempercampuradukan kewenangan pengetahuan dan kewenangan jabatannya yang dia
lakukan untuk menghalangi kebebasan murid
10. Guru adalah subjek dalam proses belajar, murid
adalah objek
Kultur pendidikan yang semacam ini masih
banyak terjadi di sekolah-sekolah. Dimana dalam pendidikan Kurikulum 2013
pendidikan semcam ini seharusnya sudah hilang. Namun, peranan guru dalam
pendidikan kurikulum sebelumnya masih terdapat dalam pendidikan kita. Kekerasan
merupakan contoh dari kelemahan penerapan kurikulum 2013 yang tidak mampu di
cermati oleh pendidik. Dimana pendidik masih menerapkan penindasan
intelektualnya terhadap murid yang diajarnya. Pendidikan yang diajarkan Paulo
Freire merupakan pendidikan gaya modern dalam berdemokrasi. Seseorang mampu
untuk memberikan apa yang menjadi pokok permasalahannya dalam pendidikan. Dalam
hal ini guru perlu untuk membuka diri terhadap muridnya agar mempunyai produk
dalam berintelektualnya. Hal ini merupakan idealisnya dari pendidikan yang
menuntut adanya sebuah peran intelektualnya. Tidak hanya pada kondisi kebutuhan
pasar semata.
Dalam permasalahan lain juga ditemui
mengenai beberapa kasus yang memperlihatkan bahwa pendidikan kita masih gaya
bank. Dimana dalam kasus tersebut merupakan kasus yang tidak menunjukan
unsur-unsur demokratis didalamnya. Misalnya dalam kasus yang akhir-akhir ini
menjadi trending topik dalam media sosial. dimana dalam kasus tersebut
melihatkan permasalahan yang terjadi dalam mata pelajaran matematika. Dimana
disana memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan antara 4 × 6 dengan 6 × 4. Hal
sepele ini memperlihatkan adanya bentuk-bentuk pembelajaran yang kurang
dialogis. Dimana siswa hanya menghafal hasil dari perkalian tersebut. 4 × 6
sama dengan 24 dan 6 × 4 hasilnya pun sama, hal ini yang menjadi masalah dalam
pendidikan kita ketika pendidikan kita tidak mampu untuk menyelesaikan masalah
ini. Murid hanya sebagai objek dari guru, sedangkan guru menjadi subjek.
Kondisi ketimpangan ini jelas merupakan
bentuk dari adanya beberapa konsep konservatif yang masih diterapkan oleh
pendidik. Dimana pendidik merupakan orang yang tahu segalanya. Sedangkan murid
tidak tahu apa-apa. Model pendidikan yang konservatif ini menurut Paulo Freire
akan mengakibatkan bentuk kesadaran yang tidak memiliki pandangan kritis.
Sehingga untuk menjelaskan fenomena yang dialami oleh siswa merupakan fenomena
yang dialami oleh guru. Guru tidak akan membebaskan anak untuk melakukan
intrepetasinya terhadap fenomena yang dialami oleh siswa. Sehingga yang terjadi
merupakan siswa hanya paham apa yang diajarkan oleh guru, namun tidak paham
mengenai soal yang dia hadapi dengan model soal yang berbeda. Guru disini dapat
dikatakan penindas karena tdak memberikan gambaran yang nyata terhadap konsep
pengajaran yang diberikan oleh pendidik terhadap murid. Dimana guru memberikan
penjelasan yang singkat untuk para murid mengenai peran serta dari pelajaran
yang diajarkannya. Konsep pendidikan yang meletakan guru sebagai dasar dari
ilmu, merupakan bentuk dari penindasan secara intelektual murid. Penindasan ini
juga merupakan bagian dari watak-watak kaum borjuis kecil, dimana orang tidak
pernah sadar mengenai posisi dan apa yang perlu dilakukannya.
Konsep pendidikan
dialogis Paulo Freire
Pendidikan dalam pandangan Freire
merupakan pendidikan yang membebaskan murid untuk berekspresi, tidak hanya
transfer knowledge semata. Tetapi juga merupakan aspek untuk melakukan telaah
terhadap kasus yang dimuat dalam dunia pendidikan. Kasus pendidikan kita memang
menjadi sebuah kasus untuk menjadi pendidikan yang demokratis. Hal ini merpakan
solusi untuk mengatasi permasalahan diatas yang mana dalam permasalahan diatas
konsep pendidikan untuk siswa yang seharusnya pendidikan harus tampak pada
kacama memanusiakan manusia telah tereduksi dengan melakukan kekerasan kepada
siswa. Program pendidikan terlalu mengedepankan konsep tentang sebuah sistem
penindasan yang mana hal ini, menurut Paulo Freire akan melahirkan penindas
baru yang berasal dari kaum-kaum kelas ke bawah.
Dalam hal ini paulu Freire, memberikan
beberapa solusi untuk menghadapi permasalah yang mana hal ini akan memberikan
rangsangan pendidikan kritis terhadap muridnya. Solusi yang diberikan oleh Paulo
Freire ini merupakan pendekatan pendidikan hadap masalah. Pendidikan hadap masalah
adalah pendidikan yang memberikan keluasan terhadap siswa. Dalam pendidikan
hadap masalah merupakan siswa diajarkan untuk bersifat lebih responsif terhadap
permasalahan yang ada disekitar mereka. peran guru dalam metode ini hanya
sebagai sebuah perantara sedangkan yang menjadi aktif dalam pendidikan hadap
masalah ini adalah siswa. Siswa lebih aktif dalam pendidikan yang semacam ini
dimaksudkan agar siswa menjadi seorang percaya diri ketika di depan publik.
Pendidikan hadap masalah ini merupakan
pendidikan yang dialogis, dimana pendidikan dialogis merupakan bagian dari
salah satu pendidikan kritis yang dikembangkan oleh Paulo Freire untuk
menunjang sebuah proses demokrasi. Hal penting lagi bagi Paulo Freire merupakan
proses kesadaran aktif dari seorang siswa dalam membentuk intelektualnya. Peran
guru disini juga memberikan kebebasan akan hal tersebut. Dimana hal ini
merupakan proses serta bagian terpenting bagi siswa demi terselesaikannya
masalah pendidikan kita. Masalah pendidikan yang sering kita melihat jika
seorang siswa-siswa kita terlihat sering melakukan tawuran antar pelajar,
perkelahian antar siswa, dan juga siswa akan lebih kritis jika guru masih belum
jelas dalam memberikan pelajarannya.
Transformasi pendidikan yang sebelumnya
merupakan pendidikan yang kurang dalam memberikan stimulus untuk menghargai
pendapat siswanya berubah menjadi seorang yang lebih menghargai dari siswanya. Dengan
perubahan kurikulum 2013 terdapat harapan yang diinginkan dalam pendidikn
nasional kita. Dimana dalam pendidikan tersebut harus mencapai sebuah
pendidikan yang berkualitas sehingga akan menciptakan sebuah keluaran yang
berkualitas meskipun melalui input yang kurang. Dengan begitu pendidikan dapat
menjadi sebuah tempat yang lebih demokratis. Tidak hanya mengambil dari input
yang baik, namun juga input yang tidak baikpun harus menjadi sebuah proses
pendidikan lebih mengedepankan kualitas pembelajaran. Kualitas pendidikan yang
mengedapankan sebuah praktek demokrasi dan perjuangan HAM untuk menjadi
kualitas pendidikan modern. Pendidikan kita cenderung kepada tindakan yang
konservatif. Dimana dalam pendidikan yang dialogis merupakan pendidikan yang
mengedapankan kesadaran kritis. Dengan kesadaran kritis siswa maupun pendidik
akan terjadi komunikasi.
Seberapa penting sebuah kesadaran kritis
dalam membangun pendidikan yang demokratis? Hal ini merupakan pertanyaan yang paling
mendasar dari paulo freire dimana dengan dia mengatakan apa yang telah menjadi
jalann hidupnya merupakan sebuah perjuangan paulo freire dalam membangun
pendidikan. Kesadaran kelas merupakan bagian terpenting dalam membentuk
kerangka pendidikan demokrasi. Dengan munculnya demokrasi HAM untuk siswa pun
akan muncul. Dimana munculnya Hak Asasi Manusia merupakan bagian dari demokrasi
sendiri pendidikan yang mengedepankan ham akan menghapus sebuah kekerasan yang
ada dalam dunia pendidikan. Dengan begitu demokrasi harus menghargai ham
melalui pendidikan kritis.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam praktek demokrasi
yang saat ini berkembang untuk dunia baru, seharusnya penyelesaian masalah yang
terdapat dalam dunia pendidikan bisa teratasi. Dimana dengan majunya sebuah
kebangsaan dapat dilihat dari praktek demokrasi yang ada. Dengan praktek
demokrasi yang muncul maka perlu adanya sebuah proses pendidikan yang
mengedepankan nilai-nilai yang menjadi acuan dalam membuat kebijakan
pendidikan. Perkembangan demokrasi didalam dunia pendidikan kita, memang kurang
terpantau baik. Dimana wujud dari kekerasan-kekerasan baik yang bersifat fisik
maupun bersifat simbolik. Kekerasan ini muncul karena kurangnya kesadaran untuk
membangkitkan rasa untuk menghargai orang lain.
Program pemerintah
dalam mengatasi kekerasan pendidikan melalui kurikulum 2013 merupakan program
yang bisa berjalan dengan baik. Namun, dalam praktek yang terjadi dilapangan
program kurikulum 2013 merupakan program yang cacat dalam pelaksanaannya.
Dimana program ini tidak bisa diterapkan langsung didalam pendidikan. Dari
beberapa kasus yang terjadi, yakni di Sumatera Utara kekerasan yang dilakukan
oleh antar siswa merupakan bentuk dari kurangnya penerapan pembelajaran
demokrasi didunia pendidikan. Hal ini sejalan dengan konsep dari paulo freire
dimana pendidikan hanya melakukan konsep yang bergaya bank. Konsep pendidikan
bergaya bank ini merupakan konsep pendidikan satu arah semata. Guru hanya
bercerita mengenai pengetahuannya, sedangkan murid mendengarkan.
Dengan pendidikan
dialogis, dimana pendidikan mengedepankan proses penyadaran mengenai fakta
sosial yang terjadi dimasyarakat. Penyadaran ini butuh sebuah praktek dengan
pendidik yang demokratis dalam pembelajaran. Konsep pendidikan yang dialogis
diharapkan mampu untuk meredam kekerasan yang terjadi didunia pendidikan.
Daftar Pustaka
Freire,
paulo.2013.pendidikan kaum tertindas.jakarta : LP3ES
Tilaar, H.A.R.2012.Perubahan Sosial Dan Pendidikan : Pengantar Pedagogik Transformatif untuk
Indonesia.jakarta : rineka cipta
Sumber Online
https://www.google.com/webhp?sourceid=chrome-instant&rlz=1C1CHWL_enID605ID605&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0CD0QFjAI&url=http%3A%2F%2Fwww.tribunnews.com%2Fnasional%2F2014%2F09%2F23%2Fmuhammad-erfas-maulana-minta-maaf-atas-heboh-soal-matematika-sd&ei=njVhVMJpiZK4BJKSgKgD&usg=AFQjCNE7KysgIhXY_tLCSzg9S3ueb7tK0A&sig2=v8stSjh1j2QWOpAu7tMLzA&bvm=bv.79189006,d.c2E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar