tester slide

Sabtu, 27 Desember 2014

PENYELESAIAN KEKERASAN PENDIDIKAN melalui PENDIDIKAN DEMOKRASI dan HAK ASASI MANUSIA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Ide pertama demokrasi (democratia)  muncul pertama kali di Yunani kuno. Pengertian democratia mula-mula digunakan oleh Herodot yang lahir pada abad 5 SM. Pada masa itu, sebenarnya belum ada negara Yunani, yang ada ialah negara atau kota atau polis. Perwujudan demokrasi terus berkembang dewasa ini. Ada negara yang telah mapan pelaksanaan demokrasi ada yang baru pada tahap transisi dari pemerintahan yang diktator menuju pemerintahan yang demokratis. Pengertian demokrasi berhubungan dengan sistem pemerintahan, yaitu pemerintahan oleh rakyat melalui para wakilnya di dalam suatu dewan atau majelis.

Dewasa ini pengertian demokrasi tidak dibatasi kepada pengertian politik tetapi juga menyangkut hal-hal dalam bidang sosial, ekonomi, hukum dan HAM. Demokrasi telah merupakan suatu sikap dan cara hidup, baik di dalam lingkungan terbatas maupun dalam lingkungan bernegara. Demokrasi melihat warga negara memiliki kedudukan yang sama terhadap hukum. Prinsip demokrasi adalah menghargai akan martabat manusia dengan hak-hak asasinya.
Dalam demokrasi, negara harus mengakui hak-hak warga negara agar dilindungi dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk diwujudkan. Demokrasi berkaitan dengan keadilan serta upaya untuk mencapai kesejahteraan bersama. Dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama inilah negara difungsikan. Negara bukanlah suatu supra sruktur yang merampas hak-hak asasi manusia, tetapi justru melindungi hak-hak asasi manusia agar tidak bertabrakan dengan hak anggota lainnya.
Kemajuan hak-hak rakyat biasa mulai muncul sehingga mengubah cara hidup manusia. Hak asasi manusia mulai ditonjolkan karena manusia mulai melihat terjadinya ketimpangan-ketimpangan sebagai ekses kapitalisme. Masalah ekonomi semakin menonjol dan perkembangan demokrasi banyak dihubungkan dengan perkembangan ekonomi.Sejalan dengan meningkatnya mutu sumber daya manusia karena pendidikan, lahirlah kelas baru dalam masyarakat yang disebut kelas menengah. Meluas dan meningkatnya pendidikan bagi rakyat dibarengi dengan lahirnya kelas menengah yang besar dan kuat, melahirkan budaya baru. Budaya baru tersebut didukung oleh warga negara yang semakin berpendidikan, semakin bertanggungjawab dan menguasai berbagai jenis kompetensi yang diperlukan dalam masyarakat modern. Semua perubahan ini merupakan pendukung dari proses demokratisasi.
Perkembangan demokrasi sangat tergantung kepada kualitas warga negaranya. Paulo freire dengan konsep pemberdayaan rakyat (empowerment) memperjuangkan kesadaran dan keterampilan yang diperlukan untuk mengurus peluangnya sendiri untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kualitas sumber daya manusia yang demikian hanya dapat diperoleh melalui upaya-upaya pendidikan yang membangunkan kesadaran rakyat banyak. Warga negara yang berdaya adalah warga negara yang sadar akan hak-haknya. Proses demokratisasi tidak terlepas dari proses pendidikan yang memerdekakan warga negaranya dari berbagai jenis oppressive atau penindasan.
Di negara-negara berkembang masalah pelaksanaan demokrasi politik tidaklah mudah. Rakyat telah terbiasa dibungkam dan ditindas sehingga tidak mengenal makna dari kebebasan individu. Kebebasan individu haruslah dipelajari, kalau tidak akan terjadi anarkisme. Kebebasan dalam masyarakat demokratis adalah kebebasan yang bertanggungjawab bukan kebebasan yang “kebablasan”. Masyarakat harus mengenal batas-batas kebebasannya, yaitu kerjasama dengan sesama warga negara untuk mencapai cita-cita yang diperjuangkan.
Terbentuknya masyarakat demokratis atau masyarakat madani tidak dapat terwujud dalam waktu singkat tapi melalui sebuah proses yang panjang karena menuntut perubahan tingkah laku manusia. Peranan pendidikan amat besar dalam mengubah tingkah laku yang dibutuhkan oleh masyarakat yang demokratis.
Masyarakat Indonesia didalam perjalanan sejarahnya telah mengalami berbagai bentuk kehidupan. Dari masyarakat feodal, memasuki masyarakat kolonil dengan berbagai bentuk peindasan, kemudian mengalami pemerintahan yang otoriter, kini memasuki suatu masyarakat terbuka guna membangun masyarakat yang demokratis. Masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang diakui pluralistik merupakan salah satu hasil dari bangunan masyarakat yang demokratis. Menurut Amien Rais, proses demokratisasi bukan hanya berkenaan dengan lembaga politik dan pemerintahan tetapi juga merupakan sikap dari setiap warga negara yang mempunyai komitmen melaksanakan nilai-nilai demokrasi.
Nilai nilai demokrasi tersebut sebenarnya telah lama hidup di dalam kebudayaan di Indonesia. Oleh sebab itu nilai tersebut perlu direvitalisasi melalui proses pendidikan dalam arti yang luas. Artinya revitalisasi nilai-nilai demokrasi perlu dikembangkan, bukan saja di ruangan sekolah, tapi juga dalam keluarga, masyarakat yaitu di dalam kehidupan politik, kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan lain sebagainya.
Hal yang paling pokok dari persoalan pendidikan yang demokratis adalah pandangan bahwa ada kesetaraan antara manusia yang satu dan yang lainnya. Pendidikan yang demokratis tidak mengenal adanya pihak yang satu mendominasi lainnya. Dalam pendidikan yang demokratis yang ada adalah saling memanusiakan. Ini berarti, tidak ada manusia yang menindas dan yang ditindas. Manusia yang satu dengan yang lain harus pada kondisi sejajar untuk mendapatkan kemanusiaannya yang sejati yakni sebuah hakikat kemanusiaan yang bebas untuk melakukan sesuatu dan tidak terbelenggu oleh manusia lainnya.
HAM atau Hak Asasi Manusia melekat pada hakikat manusia. Artinya, eksistensi manusia ditentukan oleh pengakuan hak asasinya. Tanpa pengakuan tersebut kita tidak dapat menghargai martabat manusia. Untuk menciptakan hak asasi manusia yang bertabat maka diperlukan adanya relasi moral. Relasi moral tidak hanya kepada hubungan dengan diri sendiri dan oranglain tetapi antara manusia dengan dunia fisik serta dengan sang Pencipta.
HAM dan pendidikan memiliki hubungan yang eksistensial yang tidak bisa terlepaskan. Demikian pula HAM tidak memiliki arti apa-apa tanpa adanya proses pendidikan. Pendidikan adalah proses untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia. Proses perealisasian HAM dalam pendidikan terintegrasikan dalam kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Kurikulum tersembunyi merupakan kurikulum yang tidak tertulis dalam kurikulum dan mengandung nilai-nilai yang diharapkan dari proses pembelajaran.
HAM bukanlah sesuatau yang abstrak dan berdiri sendiri, tetapi merupakan sesuatu yang sifatnya relasional dan berintensi moral yang selalu diikuti dengan kewajiban. HAM merupakan rentetan daftar hak dan kewajiban seseorang tapi lebih penting lagi HAM merupakan bentuk kelakukan yang baru nyata bila dilaksanakan dalam perilaku seseorang. HAM dan pendidikan sama-sama merupakan ilmu praksis yang merupakan satu kesatuan konsep : aksi-refleksi-aksi. Proses pendidikan HAM bukan merupakan komoditi hafalan melainkan sebuah ilmu praksis.
1.2  Rumusan Masalah
Dari adanya latar belakang yang ada dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penyelesaian kekerasan dalam pendidikan melalui jalan demokrasi dan hak asasi manusia ?
1.3  Tujuan
Untuk mengetahui penyelesaian kekerasan pendidikan melalui jalan demokrasi dan hak asasi manusia
1.4  Manfaat
Secara umum dapat dijadikan acuan sebagai penyelesaian kekerasan yang dewasa ini sering terjadi tindakan kekerasan dalam dunia pendidikan

BAB II

ISI
Melihat kondisi pendidikan yang tidak demokratis menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan pendidikan di indonesia tidak mampu mencapai kualitas yang maksimal. Dimana masih terjadi kekerasan yang dialami oleh siswa dari pendidiknya maupun antar siswa. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mana merupakan bagian dari lemahnya kurikulum yang diambil oleh para pejabat pemerintahan. Bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi adalah kekerasan fisik pada umumnya. Dimana kekerasan fisik merupakan lemahnya dialog yang diutamakan oleh kurikulum ini. Dalam kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum yang seharusnya mampu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh semua warga sekolah. Misalkan saja pada kekerasan yang terjadi pada kekerasan SD Trisula, Bukit Tinggi Sumatera Utara. Dimana dalam kasus ini merupakan kasus kekerasan yang dialami oleh siswa dan siswa kemudian mencuat ke dalam publik melalui media youtube.
 Kondisi sosial tersebut salah satunya diakibatkan oleh kebijakan atau sistem yang dibentuk dan diterapkan oleh pemerintah pusat. Tidak adanya suatu bentuk pengawasan atau peninjauan ulang dengan apa yang dibentuk membuat dunia pendidikan yang seharusnya dapat berdampak positif bagi diri individu kini yang terjadi sebaliknya berbalik menciptakan dampak yang negatif dalam diri individu. Pemerintah sebagai agent pembaharuan kini tidak lagi menjadi alat yang menjamin atau memberikan pengaruh yang baik pada kehidupan manusia di era modern saat ini. Dengan adanya motif atau tujuan secara individual kefungsian pemerintah menjadikan kehidupan manusia khususnya dalam dunia pendidikan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang rumit. Dimana antara para penguasa yang seharusnya tahu apa yang dibutuhkan oleh manusia pada umumnya, dengan menjalin dialog antara keduanya yang bisa mencapai proses perbaikan bersama nantinya. Jika ditinjau kembali apabila dialog dilakukan antara para penentu kebijakan dan manusia secara umum maka antara apa yang diingikan, dibutuhkan oleh masyarakat secara umum dapat menjadi acuan bagi penentu kebijakan untuk menciptakan atau membentuk sebuah kebijakan.
Penciptaan sebuah dialog sendiri akan melahirkan proses demokrasi meski dengan adanya perdebatan-perdebatan yang muncul di dalamnya. Terlebih dalam dunia pendidikan yang merupakan suatu aspek yang sangat penting mengingat lewat pendidikan manusia akan mengalami perkembangan dalam dirinya. Dikatakan demikian karena dalam pendidikan sendiri terjadi Transfer Of Knowledge yang juga didalamnya ada unsur pengembangan ilmu pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki dalam diri individu. Dalam hal ini agar proses pendidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya diperlukan adanya proses kegiatan pendidikan berasal dari dalam diri siswa sehingga akan kreatif dan selektif yang berasal dari pihak peserta didik itu sendiri. Adanya ketimpang tindihan dari dari apa yang diinginkan oleh penguasa dengan apa yang diinginkan oleh individu terutama dari peserta didik sebagai generasi muda yang membutuhkan banyak pengetahuan lewat perencanaan yang baik dari para pemilik kuasa. Serta dari para pelaksana di laangan dalam proses pendidikan, yang semuanya membutuhkan aturan yang pasti dan tepat. Namun, pada kenyataannya dalam kehidupan hal demikian tidak dijumpai bahkan tidak dimungkinkan. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan permasalahan, maraknya kekerasan yang ada dalam lingkungan sekolah sendiri sebagai wujud dari salah satu permasalhan pendidikan saat ini.
Kekerasan yang muncul pada akhir-akhir ini, merupakan salah satu dari hilangnya demokrasi di instansi pendidikan. Dimana kondisi dialogis yang ada sering kali hilang begitu saja karena suasana membangun demokrasi tidak menjadi suatu hal sebagaimana mestinya, terbukti dengan adanya perampasan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia. Yang mana pada akhirnya akan menimbulkan masalah tersendiri dalam lembaga pendidikan, berawal dari apa yang menjadi hak dan apa yang seharusnya diperoleh oleh manusia terjadi sebuah hambatan atau penundaan tersendiri. Pada akhirya sendiri akan menimbulkan masalah yang besar terlebih menyangkut tentang hak dari manusia yang seharusnya diperoleh dengan mudah menjadi penuh dengan perjuangan dan usaha yang lebih. Setiap manusia yang hidup dalam negara ini sejak lahir telah memiliki hak-hak yang mana hal demikian diberikan secara langsung oleh negara yang terpatri dalam Undang-Undang Dasar Negara. 
Perlunya sebuah penghargaan atau perhatian terhadap apa-apa yang menjadi hak setiap individu dalam kehidupannya terutama dalam bidang pendidikan saat ini. Terlebih banyaknya pelanggaran yang berwujud kekerasan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik secara fisik atau secara verbal (ucapan). Seharusnya peserta didik yang diberikan arahan atau pengetahuan berbagai ilmu pengetahuan mulai dari hal yang kecil hingga bersifat kusus terjadi suatu gesekan dari apa yang dilakukan oleh pendidik di lingkungan sekolah. Kodrat pendidik yang dianggap sebagai panutan atau individu yang memiliki kuasa lebih terhadap proses pemebelajaran kini tidak lagi dapat tercermin dalam dunia pendidikan. Terbukti dengan adanya kasus kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini dilingkungan sekolah elit yang telah mempunyai nama ataupun sekolah-sekolah yang ada di kabupaten ataupun kota. Dimana semuanya dilakukan oleh pihak pendidik kepada peserta didik, mayoritas dengan adanya tindakan kekerasan fisik. Mulai dari memukul salah satu anggota badan dengan berakibat luka ringan ataupun berat, berkata kasar, bahkan sampai pada tindakan amoral yang memiliki dampak yang sangat berat bagi peserta didik.
Bentuk kontrol yang menjadi suatu acuan dalam pelaksanaan dalam lingkungan pendidikan (sekolah) yang memang harus memiliki nilai lebih yang dilakukan oleh pihak-pihak sekolah. Hal terkecil saja yang menjadi fokus pembicaraan ketika kita berbicara tentang kekerasan yang ada di linkungan sekolah yang diterima oleh peserta didik. Dengan adanya suasana belajar yang tertata atau tersistem, dapat dijelaskan disini yakni peserta didik yang cenderung diam menerima apa yang dikatakan oleh pendidik. Dimana secara tidak langsung juga menjadi suatu hal yang dianggap benar, dengan kata lain memang itu tugas dari peserta didik ketika proses pembelajaran. Peserta didik dapat melakukan sanggahan atau bertanya ketika pendidik selesai menjelaskan itupun juga dengan landasan bahwa apa yang dikatakan pendidik selalu benar meski terjadi perdebatan disana.
Disini jelas bahwa pembunuhan karakter atau bahkan hambatan terhadap pengembangan kemampuan dari seorang individu terbatasi dengan adanya suasana pembelajaran yang demikian. Dapat dicontohkan kembali kasus kekerasan yang ada dalam lingkungan sekolah yakni adanya pendidik yang melontarkan kata-kata kasar kepada peserta didik semisal “kamu itu bodoh”. Bermula dari kata-kata singkat tersebut maka akan berdampak pada psikis dari peserta didik, yang memang menganggap dirinya secara tidak langsung memang bodoh. Padahal jika ia mau ia dapat mengembangkan ilmu pengetahuannya secara baik sesuai apa yang semestinya ada dalam dirinya ketika ia telah berada dalam lingkungan pendidikan dengan konsumsi sehari-harinya adalah ilmu pengetahuan. Apa yang ada dalam dunia pendidikan saat ini memang sangat perlu adanya koreksi untuk sebuah perubahan. Meski pada kenyataannya kondisi demokrasi serta perduli terhadap hak-hak manusia sulit dilakukan bahkan menjadi hal yang tidak di pertimbangkan lagi dalam kehidupan sosial manusia saat ini.
Melihat kondisi yang telah ada dalam dunia pendidikan kita saat ini yang sangat rumit terlebih diimbangi dengan permasalahan kurikulum yang selalu mengalami perubahan dari periode ke periode. Dalam pembentukan kurikulum yang akan diterapkan kepada proses pembelajaran disekolah, yang mana  seharusnya dalam pembentukan juga memperhatikan apa yang diperlukan dalam dunia pendidikan saat ini. Sehingga pada akhirnya tidak terjadi kondisi ketidakseimbangan antara kurikulum yang diterapkan dengan kondisi langsung dari dunia pendidikan yang ada. Seperti halnya pada penerapan kurikulum 2013 (K13)  yang mana lebih menekankan pada keaktifan murid yang lebih ditekankan. Murid diharapkan belajar mandiri tindakan guru menerangkan di depan kelas tidak menjadi suatu hal yang mutlak dan harus dilakukan. Hanya dengan pemberian buku bacaan pendidik tidak perlu lagi menjelaskan seperti halnya kebudayaan pendidikan sebelum-sebelumnya dimana murid mendengarkan guru yang bicara.

Praktek penyelesaian masalah dalam kurikulum 2013

Dapat ditinjau lebih dalam lagi tentang sistem kurikulum 2013 pada proses pembelajaran peserta didik yang lebih dominan untuk mendapatkan pengetahuan sebagaimana mestinya. Dahulunya guru yang memiliki nilai dominan dalam proses pembelajaran dari pada peserta didik, kini dengan waktu yang singkat sistem tersebut dirubah. Peserta didik yang dahulunya mempunyai anggapan atau bahkan sikap bergantung pada pendidik dalam proses adopsi pengetahuan. Memunculkan permasalahan tersendiri dari peserta didik bagaimana ia memperoleh pengetahuan yang semula di berikan oleh pendidik, menjadi bagaimana upaya yang dilakukan dirinya untuk mendapatkan pengetahuan.  Meskipun ia dalam lingkungan sekolah yang banyak sumber-sumber pengetahuan yang diperoleh khususnya dengan keberadaan pendidik.
Pada dasarnya pendidikan yang seharusnya menjadikan atau mencetak individu yang memiliki mutu lewat pengetahuan yang dimiliki, menjadi tidak relevan lagi dengan adanya sistem yang diterapkan tidak cocok dengan kondisi yang sebenarnya. Dikatakan pendidikan yang demokratis yang seharusnya dimunculkan dalam dunia pendidikan, yang mana mengacu pada permasalahan moral, terutama moral masyarakat di lingkungan sekolah itu sendiri. Di dalam kurikulum sendiri yang dibentuk untuk mengatur dari berjalannya pendidikan yang mengarah pada perubahan lebih baik dari pada sebelumnya. Kurikulum itu sendiri harus dengan penyeleksian yang mengarah pada seluruuh pihak untuk aktif dalam mengisi kehidupan sosial khususnya dalam lingkungan sekolah, dengan adanya permasalahan nilai-nilai dalam kehidupan demokrasi. Kurikulum dianggap sebagai satu sarana yang memungkinkan peserta didik merekonstruksi atau memahami konteks kemanusiaan dari suatu tindakan yang dilakukan. Maka pertimbangan serta koreksi dari kurikulum yang ingin dijalankan dari yang sudah terentuk sangat diperlukan, sebelum itu diterapkan dalam lingkungan pendidikan.
Kembali lagi ke permasalahan dari penerapan kurikulum 2013 yang tidak secara instan dapat berjalan dengan baik, terlebih dengan adanya kultur pendidikan yang telah dibentuk sebelumnya. Disini yang terbebani adalah peserta didik yang tidak siap untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara usaha sadar dari dalam dirinya. Tidak semua peserta didik mengerti melalui dia membaca pengetahuan lewat buku literatur yang telah diberikan. Perlu adanya proses penjelasan ulang ataupun cara yang lebih mudah bagimana nantinya pengetahuan tersebut mudah dipahami atau dimengerti oleh peserta didik. Sehingga nantinya peserta didik tidak mengalami kerugian ketika ia telah ada dan terkait dengan lingkungan sekolah tidak dapat mengadopsi atau mendapatkan pengetahuan sebagaimana mestinya ia memperoleh lewat lembaga pendidikan tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi para penguasa atau para pembentuk kebijakan yang memang perlu adanya perubahan dari kurikulum yang dijalankan.
Perlunya proses demokrasi serta perhatian terhadapa hak-hak setiap individu yang ada khsusunya dalam lingkungan pendidikan yang memang harus diperhatikan oleh negara. Lewat pendidikanlah negara dapat berkembang dan bertahan dari permasalahan sosial dalam era modern saat ini. Demokrasi sendiri sebagai pandangan hidup merupakan kebutuhan setiap manusia dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan bersama, dalam hal kesejahteraan umum dan seluruh perkembangan manusia sebagai individu. Dari sini terlihat jelas bahwa proses demokrasi sangat diperlukan terlepas nantinya menimbulkan kendala ataupun tidak. Kurikulum yang terbentuk dengan bertitik pada individu bukan sebagai obyek tetapi secara keseluruhan sebagai bangunan sosial yang memiliki sumber potensial dan harus dilayani.
Berkaca pada lembaga pendidikan dengan adanya demokrasi dalam setiap keputusan meski adanya perubahan yang memang diinginkan, tetapi juga harus mengerti kendala atau sejauh mana sumberdaya yang dimiliki oleh peserta didik jika melakukan sistem atau aturan yang dibentuk tersebut. Terlebih hak untuk mendapatkan pengetahuan lewat lembaga pendidikan sudah menjadi kodrat setiap manusia. Tidak menjadi sebuah keterhambatan dengan aturan serta tatanan yang dibentuk oleh para penguasa meski itu tujuannya baik. Pendidikan yang masih memiliki peran berbanding dengan peserta didik yang memang saat ini dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Bukanlah menjadi suatu ketetapan dari salah satu pihak yang memiliki kuasa yang lebih dominan, yang memang tidak dapat merubah cara pandang dari peserta didik seiring dengan perkembangan zaman yang ada. Proses pembelajaran secara berimbanglah yang paling tepat dilakukan dalam lingkungan sekolah. Dimana peserta didik diberikan tugas ataupun kesempatan untuk mengemabngkan pengetahuan atau mendapatkan pengetahuan, yang juga pendidik melakukan koreksi atau masukan lebih dari apa yang diketahui oleh peserta didik khususnya dalam proses pembelajaran. Sehingga nantinya tidak ada kesalahan arti atau kefahaman dari peserta didik dengan pengetahuan yang dimilikinya, yang juga nantinya proses pembelajaran akan cenderung lebih stabil dan baik.
Lebih dapat dikenal kembali sistem dalam proses pembelajaran di sekolah khususnya di dalam kelas untuk mencapai keberhasilan tersendiri jika melihat kurikulum yang ada. sebuah model pembelajaran yang berbasis dialog, lebih jauh dialog dapat membangun kesadaran tentang relasi yang ada dalam masyarakat secara luas (Rahmat, 2013: 97). Dimana nantinya lewat dialog pendidikan pembebasan dapat diwujudkan, karena antara pendidik da peserta didik dapat membangun kesadaran transformasi diantara keduanya. Dapat digambarkan disini ketika proses pembelajaran di kelas dimulai seorang guru memberikan kasus untuk dikaji dengan pengetahuan yang ada dalam diri peserta didik. Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkaji atau merespons dari tema dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Bukan sepenuhnya pendidik yang memiliki andil penuh terhadap pengetahuan yang akan di transfer kepada peserta didik. Nantinya dapat menghasilkan perdebatan dari sesama peserta didik dengan adanya pendampingan atau pengarahan dari pendidik.

Penerapan demokrasi dan hak asasi manusia dalam kurikulum 2013

Secara nyata apabila kita melihat kurikulum 2013 yang telah dirancang dan diterapkan dalam pendidikan saat ini yang mana kurang adanya kecocokan dengan pelaku dari dunia pendidikan khususnya peserta didik. Kurangnya sikap berdemokrasi yang tujuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama-sama. Bagaimana nantinya antara masing – masing pihak tidak dirugikan karena pada dasarnya memiliki hak yang sama. Landasan dari demokrasi sendiri percaya terhadap kemampuan seseorang yang memang alami serta pengalaman untuk bekerja sama. Hak dari peserta didik sebagai individu untuk mendapatkan mutu pendidikan yang baik yang sama antara satu sama lain merupakan sebuah hal yang paten. Maka sewajarnya bagi para penguasa atau elit memperhatikan hal tersebut, khususnya ketika membentuk sebuah aturan meski tujuannya memang baik.
Cara pembelajaran yang dibebankan atau tidak adanya keberimbangan antara pendidik dan peserta didik secara tidak langsung menjadi suatu tindakan yang negatif. Dikarenakan mereka para peserta didik tidak diberikan hak yang seluas-luasnya untuk menggali pendidikan, yang memang sebelumnya selalu diperoleh dari seorang pendidik ketika di lingkungan sekolah. Yang mana hal tersebut dibatasi oleh aturan yang dibentuk melalui kurikulum 2013. Kita harus tahu dari konsensus dasar pembangunan nasional yaitu Bhineka Tunggal Ika dengan adanya tujuan menghargai perbedaan dan keberagaman yang seharusnya memang menjadi acuan setiap individu dalam kehidupan sosial. Optimalisasi dari kurikulum-kurikulum yang telah dibentuk dan diterapkan selama ini banyak menuai permasalahan khususnya memang dari para pelaksana pendidikan di sekolah.
Manusia atau individu dalam kehidupan yang memiliki peran kontrol atau pembaharuan bagi publik melalui peran positif yang dapat mereka mainkan. Dalam hal ini yang bisa dilakukan yakni membantu pengembangan karakter individu yang ada disekitarnya di masa yang akan datang. Tentunya hal demikian juga diimbagi dengan adanya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Pentingnya nilai dari demokrasi, kurikulum pun harus mampu mewadahi azas-azas demokrasi yang sesuai dengan kehidupan sekolah dan proses belajar mengajar. Kurikulum yang berazaskan pada nilai demokrasi sendiri dapat dilakukan dalam hal diantaranya kesetaraan sebagai warga negara yang mana semua orang harus diperlakukan sama. Tidak adanya pemberian keistimewaan pada siswa yang kaya dan yang miskin, yang pada kenyataannya orang miskin lebih dipandang rendah dan tidak memiliki kualitas mumpuni.
Semisal contoh pada kasus pemberian pekerjaan rumah dimana anak yang tidak mempunyai kemampuan lebih dibanding dengan anak yang berasal dari keluarga mampu. Pada saat pengumpulan tugas yang diberi predikat penghargaan dari peserta didik yang berasal dari keluarga mampu karena semua fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang pendidikannya ada dalam rumahnya. Yang mana hal ini juga berdampak dari hasil tugas yang ia kerjakan, hal ini berbanding terbalik dengan peserta didik yang beraal dari keluarga yang tidak mampu yang minim akan fasilitas-fasilitas yang menunjang pendidikannya. Secara langsung pendidik akan lebih mengunggulkan peserta didik yang berasal dari keluarga mampu, dengan sisi lain juga memberikan perlakuan yang beda ketika berdiskusi dalam mengeluarkan pendapat. Bahkan adanya jam tambahan (les) hanya bagi peserta didik yang kaya yang memiliki banyak uang untuk membanyar uang tambahan dari jam tambahan yang diberikan pendidik.
Memenuhi kebutuhan umum merupakan hak dari peserta didik yang berazaskan demokrasi dalam kaitannya dengan kurikulum. Dimana kurikulum lebih mungkin untuk memenuhi kebutuhan siswa yang biasa yang memang pada kenyataannya tidak mendapat perhatian lebih dibanding siswa yang pandai saja yang diberikan pemenuhan segala kebutuhannya secara lengkap. Semakin besar kompetensi siswa dengan sikap perhatian yang diberikan maka semakin besar pula kurikulum itu mencerminkan dan menjangkau aspirasi peserta didik. Kurikulum yang diapaki tersebut sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan para peserta didik.
Menjamin hak-hak dasar dimana demokrasi menjamin kebebasan dasar yang dapat disebutkan disini hak kebebasan berbicara dan berekpresi, hak berserikat dan berkumpul. Dimana hak tersebut memungkinkan pengembangan diri setiap individu dan memungkinkan terwujudnya keputusan kolektif yang lebih baik dengan adanya berbagai argument. Sekolah yang menjadi miniatur dari negara selayaknya mengaktifkan forum diskusi didalam kelas maupun diluar  yang berkaian di setiap mata pelajaran, pada kegiatan ektrakurikuler ataupun yang lainnya. Terlebih yang juga mnejadi nilai penting dalam setiap rancangan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang akan dilakukan di sekolah, yang membutuhkan aktifitas diskusi sebagai wujud dari demokrasi di dalam kurikulum yang nantinya akan di terapkan.
Kurikulum yang secara nyata berganti-ganti dengan tujuan mencapai nilai yang lebih baik pada dunia atau kondisi pendidikan yang ada. memang itu sangat diperlukan tetapi dengan adanya syarat keberadaan tindakan demokrasi (melalui musyawarah mufakat serta melalui diskusi) yang nantinya akan benar-benar menjamin pembaharuan bagi kehidupan sosial. Demikian pula pada pembaharuan kurikulum yang bertopang pada kebutuhan-kebuthan terkini masyarakat secara umum dan  peserta didik secara khusus. Dapat dijelaskan secara nyata penerapan kurikulum di sekolah, yang mana berarah pada menjamin keinginan dan suara peserta didik dalam penentuan materi pelajaran yang akan diberikan oleh pendidik. Peserta didik secara bersama-sama mendiskusikan dengan adanya pasrtisispasi dari pendidik rancangan pembelajaran yang diinginkan dan nantinya akan dilakukan. Dengan demikian, apa yang mereka pelajari dan apa yang diajarkan oleh pendidik adalah benar-benar sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini menjadi bentuk yang efisien untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang dilakukan di sekolah tanpa adanya masalah ataupun kerumitan dalam adopsi pengetahuan itu sendiri.  

Kebudayaan bisu penyebab kekerasan siswa

Kebudayaan bisu menurut Paulo Freire merupakan kebudayaan diamnya para masyarakat brazil. Dimana kebudayaan bisu ini menjadi faktor ketertindasan para rakyat brazil. Pembiaran kebudayaan bisu ini akan memberikan kesadaran yang lebih kepada hal yang naif sehingga orang akan percaya terhadap hal-hal yang bersifat pembiaran. Praktek kebudayaan bisu merupakan praktek mengenai tentang serangan para penindas terhadap kaum tertindas dimana sebagai seorang penindas akan melakukan apapun untuk melanggengkan kekuasaannya terhadap kaum tertindas. Dalam hal pendidikan juga demikina, dimana untuk menjadi siswa yang disiplin punistmen selalu dilakukan oleh pendidik agar siswa menjadi patuh terhadap aturan dan tidak mau untuk memberontak. Diperlukan sebuah pendidikan yang dialogis dalam membentuk sebuah pendidikan yang demokratis dan HAM. Dengan pendidikan yang demokratis dan HAM akan membentuk sebuah siswa yang berkarakter lebih dibandingkan harus masuk kedalam sebuah kebudayaan struktur yang membisukan siswa didalam pendidikan.
Isu mengenai demokrasi lebih diterapkan sehingga wujud demkrasi seutuhnya akan memberikan sebuah pendidikan yang lebih bermanfaat terhadap Pendewasaan siswa. Pendewasaan ini, merupakan bentuk dari pendidikan dengan paradigma dialogis. Namun, sebelumnya, perlu akan memberikan kesadaran-kesadaran yang dimiliki siswa untuk membuka pendidikan yang dialogis. Yang mana hal ini seharusnya menjadi faktor dalam mendobrak pendidikan. Dengan kesadaran yang naif ataupun magik pendidikan yang dialogis tidak akan muncul. Isu mengenai pendidikan berkarakter merupakan konsep pendidikan yang bagus sebenarnya. Namun, dalam penerapan pendidikan berkarakter pendidik cenderung bersifat konservatif sehingga untuk memunculkan pendidikan yang dialogis sulit untuk dimunculkan. Bahkan kecenderungan guru dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak patut dilakukan untuk anak-anak. Dimana guru dalam memberikan hukuman sangat tidak mendidik, cenderung melakukan kekerasan. Hal ini dilakukan agar siswa menjadi patuh terhadap aturan yang dilakukan oleh sekolah.
Hal ini sering dijumpai dalam kasus pendidikan kita, dimana guru tidak menerapkan kurikulum baru untuk memberikan hukuman siswa. Namun masih menggunakan pengalamannya dalam memberikan hukuman terhadap siswa. Akhirnya, siswa juga sering meniru gaya hukuman yang diterapkan oleh guru tersebut kepada temannya. Hal ini tidak lepas dari gaya pendidikan kita yang cenderung mengarah kepada pendidikan gaya bank. Dimana siswa harus mengikuti alurnya yang dilakukan oleh pendidik.

Kultur pendidikan gaya bank

Oleh karenanya, pendidikan hanya sebagai sebuah kegiatan untuk menabung ilmu pengetahuan, dimana murid dianggap sebagai celengannya. Dalam pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Dalam pandangan Paulo Freire mengenai pendidikan selalu identik tentang pendidikan yang bersifat satu arah. Dimana terdapat 10 kategori pendidikan satu arah tersebut, antara lain :
1.      Guru mengajar, murid diajar
2.      Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa
3.      Guru berpikir, murid berpikir
4.      Guru bercerita, murid patuh mendengarkan
5.      Guru menentukan peraturan, murid diatur
6.      Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
7.      Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya
8.      Guru memilih bahan dan isi pelajarannya, murid menyesuaikan diri dengan pelajaran itu
9.      Guru mempercampuradukan kewenangan pengetahuan dan kewenangan jabatannya yang dia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid
10.  Guru adalah subjek dalam proses belajar, murid adalah objek
Kultur pendidikan yang semacam ini masih banyak terjadi di sekolah-sekolah. Dimana dalam pendidikan Kurikulum 2013 pendidikan semcam ini seharusnya sudah hilang. Namun, peranan guru dalam pendidikan kurikulum sebelumnya masih terdapat dalam pendidikan kita. Kekerasan merupakan contoh dari kelemahan penerapan kurikulum 2013 yang tidak mampu di cermati oleh pendidik. Dimana pendidik masih menerapkan penindasan intelektualnya terhadap murid yang diajarnya. Pendidikan yang diajarkan Paulo Freire merupakan pendidikan gaya modern dalam berdemokrasi. Seseorang mampu untuk memberikan apa yang menjadi pokok permasalahannya dalam pendidikan. Dalam hal ini guru perlu untuk membuka diri terhadap muridnya agar mempunyai produk dalam berintelektualnya. Hal ini merupakan idealisnya dari pendidikan yang menuntut adanya sebuah peran intelektualnya. Tidak hanya pada kondisi kebutuhan pasar semata.
Dalam permasalahan lain juga ditemui mengenai beberapa kasus yang memperlihatkan bahwa pendidikan kita masih gaya bank. Dimana dalam kasus tersebut merupakan kasus yang tidak menunjukan unsur-unsur demokratis didalamnya. Misalnya dalam kasus yang akhir-akhir ini menjadi trending topik dalam media sosial. dimana dalam kasus tersebut melihatkan permasalahan yang terjadi dalam mata pelajaran matematika. Dimana disana memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan antara 4 × 6 dengan 6 × 4. Hal sepele ini memperlihatkan adanya bentuk-bentuk pembelajaran yang kurang dialogis. Dimana siswa hanya menghafal hasil dari perkalian tersebut. 4 × 6 sama dengan 24 dan 6 × 4 hasilnya pun sama, hal ini yang menjadi masalah dalam pendidikan kita ketika pendidikan kita tidak mampu untuk menyelesaikan masalah ini. Murid hanya sebagai objek dari guru, sedangkan guru menjadi subjek.
Kondisi ketimpangan ini jelas merupakan bentuk dari adanya beberapa konsep konservatif yang masih diterapkan oleh pendidik. Dimana pendidik merupakan orang yang tahu segalanya. Sedangkan murid tidak tahu apa-apa. Model pendidikan yang konservatif ini menurut Paulo Freire akan mengakibatkan bentuk kesadaran yang tidak memiliki pandangan kritis. Sehingga untuk menjelaskan fenomena yang dialami oleh siswa merupakan fenomena yang dialami oleh guru. Guru tidak akan membebaskan anak untuk melakukan intrepetasinya terhadap fenomena yang dialami oleh siswa. Sehingga yang terjadi merupakan siswa hanya paham apa yang diajarkan oleh guru, namun tidak paham mengenai soal yang dia hadapi dengan model soal yang berbeda. Guru disini dapat dikatakan penindas karena tdak memberikan gambaran yang nyata terhadap konsep pengajaran yang diberikan oleh pendidik terhadap murid. Dimana guru memberikan penjelasan yang singkat untuk para murid mengenai peran serta dari pelajaran yang diajarkannya. Konsep pendidikan yang meletakan guru sebagai dasar dari ilmu, merupakan bentuk dari penindasan secara intelektual murid. Penindasan ini juga merupakan bagian dari watak-watak kaum borjuis kecil, dimana orang tidak pernah sadar mengenai posisi dan apa yang perlu dilakukannya.

Konsep pendidikan dialogis Paulo Freire

Pendidikan dalam pandangan Freire merupakan pendidikan yang membebaskan murid untuk berekspresi, tidak hanya transfer knowledge semata. Tetapi juga merupakan aspek untuk melakukan telaah terhadap kasus yang dimuat dalam dunia pendidikan. Kasus pendidikan kita memang menjadi sebuah kasus untuk menjadi pendidikan yang demokratis. Hal ini merpakan solusi untuk mengatasi permasalahan diatas yang mana dalam permasalahan diatas konsep pendidikan untuk siswa yang seharusnya pendidikan harus tampak pada kacama memanusiakan manusia telah tereduksi dengan melakukan kekerasan kepada siswa. Program pendidikan terlalu mengedepankan konsep tentang sebuah sistem penindasan yang mana hal ini, menurut Paulo Freire akan melahirkan penindas baru yang berasal dari kaum-kaum kelas ke bawah.
Dalam hal ini paulu Freire, memberikan beberapa solusi untuk menghadapi permasalah yang mana hal ini akan memberikan rangsangan pendidikan kritis terhadap muridnya. Solusi yang diberikan oleh Paulo Freire ini merupakan pendekatan pendidikan hadap masalah. Pendidikan hadap masalah adalah pendidikan yang memberikan keluasan terhadap siswa. Dalam pendidikan hadap masalah merupakan siswa diajarkan untuk bersifat lebih responsif terhadap permasalahan yang ada disekitar mereka. peran guru dalam metode ini hanya sebagai sebuah perantara sedangkan yang menjadi aktif dalam pendidikan hadap masalah ini adalah siswa. Siswa lebih aktif dalam pendidikan yang semacam ini dimaksudkan agar siswa menjadi seorang percaya diri ketika di depan publik.
Pendidikan hadap masalah ini merupakan pendidikan yang dialogis, dimana pendidikan dialogis merupakan bagian dari salah satu pendidikan kritis yang dikembangkan oleh Paulo Freire untuk menunjang sebuah proses demokrasi. Hal penting lagi bagi Paulo Freire merupakan proses kesadaran aktif dari seorang siswa dalam membentuk intelektualnya. Peran guru disini juga memberikan kebebasan akan hal tersebut. Dimana hal ini merupakan proses serta bagian terpenting bagi siswa demi terselesaikannya masalah pendidikan kita. Masalah pendidikan yang sering kita melihat jika seorang siswa-siswa kita terlihat sering melakukan tawuran antar pelajar, perkelahian antar siswa, dan juga siswa akan lebih kritis jika guru masih belum jelas dalam memberikan pelajarannya.
Transformasi pendidikan yang sebelumnya merupakan pendidikan yang kurang dalam memberikan stimulus untuk menghargai pendapat siswanya berubah menjadi seorang yang lebih menghargai dari siswanya. Dengan perubahan kurikulum 2013 terdapat harapan yang diinginkan dalam pendidikn nasional kita. Dimana dalam pendidikan tersebut harus mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas sehingga akan menciptakan sebuah keluaran yang berkualitas meskipun melalui input yang kurang. Dengan begitu pendidikan dapat menjadi sebuah tempat yang lebih demokratis. Tidak hanya mengambil dari input yang baik, namun juga input yang tidak baikpun harus menjadi sebuah proses pendidikan lebih mengedepankan kualitas pembelajaran. Kualitas pendidikan yang mengedapankan sebuah praktek demokrasi dan perjuangan HAM untuk menjadi kualitas pendidikan modern. Pendidikan kita cenderung kepada tindakan yang konservatif. Dimana dalam pendidikan yang dialogis merupakan pendidikan yang mengedapankan kesadaran kritis. Dengan kesadaran kritis siswa maupun pendidik akan terjadi komunikasi.
Seberapa penting sebuah kesadaran kritis dalam membangun pendidikan yang demokratis? Hal ini merupakan pertanyaan yang paling mendasar dari paulo freire dimana dengan dia mengatakan apa yang telah menjadi jalann hidupnya merupakan sebuah perjuangan paulo freire dalam membangun pendidikan. Kesadaran kelas merupakan bagian terpenting dalam membentuk kerangka pendidikan demokrasi. Dengan munculnya demokrasi HAM untuk siswa pun akan muncul. Dimana munculnya Hak Asasi Manusia merupakan bagian dari demokrasi sendiri pendidikan yang mengedepankan ham akan menghapus sebuah kekerasan yang ada dalam dunia pendidikan. Dengan begitu demokrasi harus menghargai ham melalui pendidikan kritis.

BAB III

PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dalam praktek demokrasi yang saat ini berkembang untuk dunia baru, seharusnya penyelesaian masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan bisa teratasi. Dimana dengan majunya sebuah kebangsaan dapat dilihat dari praktek demokrasi yang ada. Dengan praktek demokrasi yang muncul maka perlu adanya sebuah proses pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai yang menjadi acuan dalam membuat kebijakan pendidikan. Perkembangan demokrasi didalam dunia pendidikan kita, memang kurang terpantau baik. Dimana wujud dari kekerasan-kekerasan baik yang bersifat fisik maupun bersifat simbolik. Kekerasan ini muncul karena kurangnya kesadaran untuk membangkitkan rasa untuk menghargai orang lain.
Program pemerintah dalam mengatasi kekerasan pendidikan melalui kurikulum 2013 merupakan program yang bisa berjalan dengan baik. Namun, dalam praktek yang terjadi dilapangan program kurikulum 2013 merupakan program yang cacat dalam pelaksanaannya. Dimana program ini tidak bisa diterapkan langsung didalam pendidikan. Dari beberapa kasus yang terjadi, yakni di Sumatera Utara kekerasan yang dilakukan oleh antar siswa merupakan bentuk dari kurangnya penerapan pembelajaran demokrasi didunia pendidikan. Hal ini sejalan dengan konsep dari paulo freire dimana pendidikan hanya melakukan konsep yang bergaya bank. Konsep pendidikan bergaya bank ini merupakan konsep pendidikan satu arah semata. Guru hanya bercerita mengenai pengetahuannya, sedangkan murid mendengarkan.
Dengan pendidikan dialogis, dimana pendidikan mengedepankan proses penyadaran mengenai fakta sosial yang terjadi dimasyarakat. Penyadaran ini butuh sebuah praktek dengan pendidik yang demokratis dalam pembelajaran. Konsep pendidikan yang dialogis diharapkan mampu untuk meredam kekerasan yang terjadi didunia pendidikan.



Daftar Pustaka
Freire, paulo.2013.pendidikan kaum tertindas.jakarta : LP3ES
Tilaar, H.A.R.2012.Perubahan Sosial Dan Pendidikan : Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia.jakarta : rineka cipta
Sumber Online
https://www.google.com/webhp?sourceid=chrome-instant&rlz=1C1CHWL_enID605ID605&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0CD0QFjAI&url=http%3A%2F%2Fwww.tribunnews.com%2Fnasional%2F2014%2F09%2F23%2Fmuhammad-erfas-maulana-minta-maaf-atas-heboh-soal-matematika-sd&ei=njVhVMJpiZK4BJKSgKgD&usg=AFQjCNE7KysgIhXY_tLCSzg9S3ueb7tK0A&sig2=v8stSjh1j2QWOpAu7tMLzA&bvm=bv.79189006,d.c2E

Tidak ada komentar:

Posting Komentar